Sunday, October 14, 2012
Thursday, October 11, 2012
Masih ada yg memuja2 iran lagi?
TEHERAN, KOMPAS.com
"Mampuslah diktator!" Begitu teriakan
para demonstran di Teheran, ibu kota
Iran, Rabu (3/10) lalu. Mereka
menentang Presiden Mahmoud
Ahmadinejad.
Luapan kemarahan publik yang
terbilang langka terhadap Mahmoud
Ahmadinejad itu terjadi menyusul
pemogokan para pedagang valuta
asing dan pedagang pasar terkait krisis
keuangan di Iran. Kamis kemarin,
jalan-jalan kota itu dipenuhi polisi
antihuru-hara. Pemerintah telah
bertekad untuk tidak membiarkan aksi
seperti itu terjadi lagi.
Kondisi kemarin kontras dengan
adegan dua hari lalu ketika bank-bank
dan sejumlah bangunan umum dirusak
dalam bentrokan dengan polisi saat
para demonstran menyalahkan
Ahmadinejad atas keterpurukan
ekonomi yang terjadi.
"Anda tak tahu malu, Mahmoud,
tinggalkan politik!" pekik para aktivis
itu, seperti ditirukan sejumlah saksi
mata.
Namun, kebanyakan toko di pasar
utama Teheran sudah dibuka kembali,
Kamis, dan tidak ada kerusuhan yang
dilaporkan.
Nilai tukar riyal, mata uang Iran, yang
terjungkal, telah memunculkan
pertanyaan tentang kesehatan
ekonomi Iran dalam menghadapi
sanksi ketat internasional terkait
program nuklir Ahmadinejad. Musuh-
musuh Ahmadinejad mengklaim
bahwa program nuklir itu telah
menempatkan Iran dalam kekacauan
keuangan.
Nilai riyal merosot hampir 40 persen
terhadap dollar AS dalam sepekan
terakhir. Kamis kemarin, nilai riyal
sekitar 32.000 per dollar AS, sedikit
lebih tinggi dari rekor terendah pada
awal pekan ini.
Dalam sebuah konferensi pers pada
Selasa, Ahmadinejad menyalahkan
jatuhnya riyal pada "tekanan
psikologis" terkait sanksi-sanksi Barat.
AS telah memperketat sanksi
perbankan terhadap Iran. Uni Eropa
telah melarang impor minyak Iran
setelah adanya kekhawatiran atas
program pengembangan nuklir Iran.
Rezim Islam itu menyangkal bahwa
pihaknya berencana membuat senjata
nuklir dan berkeras bahwa pengayaan
uraniumnya hanya untuk tujuan
damai.
Menlu AS Hillary Clinton, Selasa,
mengatakan, para pemimpin Iran
memang harus bertanggung jawab atas
masalah-masalah ekonomi. "Mereka
telah membuat keputusan mereka
sendiri, tidak ada hubungannya dengan
sanksi, yang telah berdampak pada
kondisi ekonomi dalam negeri," kata
Hillary. Ia menambahkan, efek sanksi
bisa cepat diperbaiki jika pemerintah
Iran bersedia bekerja sama dengan
masyarakat internasional "dengan cara
yang tulus".
Sejumlah warga Iran yakin bahwa
pemogokan dan protes itu tidak
spontan, tetapi didalangi para politisi
konservatif dan pengusaha yang
menentang Ahmadinejad. Perebutan
kekuasaan itu terjadi menjelang
pemilihan presiden yang berlangsung
pada Juni tahun depan.
Inflasi di Iran saat ini mencapai 23,5
persen dan pengangguran mencapai
28,6 persen. Demikian menurut para
ekonom negara itu.
Friday, October 5, 2012
Tawa
Tawa
via Goenawan Mohamad by zen on 8/5/09
Kau menyukai lelucon dan aku menyukai tertawa. Justru ketika kita menyadari, dengan sedikit sakit, harapan yang sulit dipenuhi, impian yang rasanya mustahil. Tampaknya lawak bisa juga sebuah tanda murung. Atau ketakmampuan mencapai. Atau kesia-siaan.
"Bawa masuk para badut!", konon begitulah bisik dari belakang panggung bila sebuah pertunjukan terasa jadi hambar dan harus diselamatkan, agar para penonton tak pergi. Send in the clowns!, kata lagu terkenal dalam musikal Broadway Little Night Music pada 1973—sebuah lagu yang dinyanyikan saat tokoh lakon ini, DesirĂ©e, terduduk bersendiri, sadar ia telah salah pilih dan kini ditinggalkan orang yang sebenarnya dicintainya. Seperti yang dikatakan sang komponis, Stephen Sondheim: ini "sebuah lagu sesal dan amarah".
"Bawa masuk para badut!". Tapi seperti dicantumkan di akhir lagu itu, disadari bahwa para badut sebenarnya tak diperlukan datang. "Don't bother, they are all here". Mereka sudah di sini; mereka adalah kita sendiri.
Kita: badut. Antara "kita", "badut" dan "kekonyolan"—sebagaimana antara "clown" dan "fool" dalam teater Shakespeare—terdapat pertautan.
Di simpul itu tampak bahwa kita, manusia, adalah makhluk yang peyot, meskipun tak putus-putusnya menarik. Keadaan peyot yang dilihat bukan dengan rasa kesal itulah yang membuat kehidupan tak membuka jalan bagi sifat takabur. Hal itu agaknya perlu ditegaskan lagi kini, di masa ketika kita kecewa kepada para tokoh, dan menghasratkan pahlawan datang, sementara, seperti hari-hari ini, dunia tetap tak bisa dibuat tenteram penuh.
Pada sifat peyot yang menarik itulah terletak humor. Humor, kata Simon Critchley dalam Infinitely Demanding, "mengingatkan kita akan sifat rendah hati dan keterbatasan kondisi manusia". Dengan kesadaran akan keterbatasan itu kita menemui manusia dengan mengakui sifatnya yang "komikal", comic acknowledgment, bukan dalam sifatnya dalam posisi sebagai pahlawan tragedi. Kita akan melihat diri kita, manusia, lebih sebagai Petruk atau si Kabayan ketimbang sebagai Bhisma atau Kumbakarna.
Memang perlu kematangan tersendiri untuk mendapatkan perspektif itu. Bertolak dari makalah Freud tentang humor, Critchley memperkenalkan satu faktor dalam kesadaran manusia, yang disebutnya "super-ego II". Kita ingat, dalam psikoanalisis Freud "super-ego" adalah Sang Penguasa yang Keras yang menghuni kesadaran manusia: ia pengawas, pengendali, dan penindak yang menyebabkan ego patuh kepada hukum ajaran moral masyarakat. Tapi "super-ego" pula yang dengan demikian menyebabkan ego tertekan dan menderita.
Tapi Freud tak berhenti di situ. Dalam makalah bertahun 1927, ia menyebut kemungkinan hadirnya "super-ego" yang bukan lagi Sang Penguasa Yang Streng. "Super-ego" inilah yang hadir dalam humor, yang "berbicara dengan kata-kata yang ramah yang menghibur kepada si ego yang ketakutan". Itulah yang disebut Critchley sebagai "super-ego II".
Jiwa manusia akan lebih sehat, tak dirundung takut dan didera rasa bersalah yang habis-habisan, jika "super-ego" yang lain ini tak dibungkam. Dengan kata lain: jika humor tak dimatikan dan tawa serta permainan tak diharamkan. Dengan kata lain, jika manusia mengakui ada yang lucu dalam ketaksempurnaannya, tapi dengan pengakuan itu ia jadi akrab. Itulah saat ketika kita tak didera untuk jadi Prometheus yang menantang dewa dan dunia, mengalahkan apa yang di luar.
Maka bukankah pemeo populer itu benar, bahwa tertawa itu sehat? Yang sehat adalah yang hidup dan tumbuh dan bekerja terus dalam keterbatasan, seperti cinta yang tak diakui tapi tulus. Dari sini, kita bisa merayakan apa yang mungkin gagal tapi indah, menyambut apa yang tak tentu tapi pada tiap detik memberi alasan untuk hidup yang berarti.
20 Oktober 2008
Thursday, October 4, 2012
Pemerintah Gratiskan Biaya Persalinan
From: Anis Hariri
F.y.i.
TEMPO Interaktif, Jakarta - Menteri Kesehatan Endang Rahayu Sedyaningsih mengatakan pemerintah akan menanggung biaya persalinan masyarakat mulai 2011. Hal itu dilakukan guna mengurangi angka kematian ibu dan anak saat melahirkan. Namun, "(Persalinan lewat) dukun tidak kami tanggung," kata Endang di Jakarta, Jumat (20/8/2010).
Menurut Endang, pemerintah menyiapkan anggaran Rp 1,45 triliun untuk kepentingan tersebut. Warga negara yang berhak menikmati fasilitas itu adalah warga yang tidak mampu.
Adapun persalinan yang dibiayai meliputi persalinan normal, caesar, maupun yang mengalami komplikasi ketika melahirkan. Tempat persalinan yang ditanggung adalah di bidan, poliklinik desa, hingga kamar kelas III di rumah sakit umum
Ketua Umum Ikatan Dokter Indonesia Dr Prijo Sidipratomo, SpRad(K), menyambut baik kebijakan ini. Menurut dia, hal itu bisa menekan kecelakaan akibat keterlambatan penanganan persalinan. "Kalau gratis kan masyarakat tak perlu takut lagi untuk langsung mendatangi ahli medis," kata dia.
Salah satu penyebab tingginya angka kematian ibu dan bayi saat persalinan, menurut Prijo, adalah keterlambatan penanganan. Namun, Prijo mengingatkan, pembebasan biaya persalinan saja belum cukup untuk menurunkan angka kematian. "Penanganan pra-persalinan juga harus diperhatikan."
Prijo berpendapat, pemerintah juga harus memenuhi kebutuhan gizi ibu hamil. Ia mencontohkan anemia, yang terjadi akibat kurangnya asupan gizi, bisa menyebabkan perdarahan, yang menjadi salah satu faktor kematian.
Langkah lain, kata Prijo, pemerintah juga harus mengatur kembali penugasan dokter dalam menangani persalinan. Pasalnya, selama ini persalinan hanya dilimpahkan kepada bidan dan ahli kebidanan (spesialis obstetri ginekologi).
Dia mengusulkan agar dokter umum juga diberdayakan untuk menangani persalinan. Apalagi saat ini rasio dokter dibanding masyarakat di Indonesia sudah mendekati ideal, yakni 1 : 3.000. Idealnya satu dokter untuk 2.500 orang.
Angka kematian ibu melahirkan di Indonesia, menurut data yang dikeluarkan secara serentak oleh Komisi Ekonomi dan Sosial Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk Asia-Pasifik (UNESCAP), Program Pembangunan PBB (UNDP), UNFPA, dan WHO, pada 2009 mengalami kenaikan dari 307 (tahun sebelumnya) menjadi 420 per 100 ribu penduduk.
Sementara itu, data Badan Perencanaan dan Pembangunan Nasional 2009 menunjukkan angka kematian di Indonesia menurun dari 307 pada 2002-2003 menjadi 228 per 100 ribu penduduk. Target Tujuan Pembangunan Milenium (MDGs) pada 2015, angka kematian ibu harus menjadi 102 per 100 ribu penduduk.
Menteri kesehatan mengimbau, meski digratiskan, sebaiknya masyarakat tetap merencanakan kehamilan. "Jangan mentang-mentang persalinan ditanggung pemerintah lalu punya anak banyak," kata dia. Sebab, mereka yang memiliki anak hingga lima atau enam anak tetap menyimpan risiko bersalin tinggi. "Tapi juga tidak boleh ada lagi bayi yang ditahan tempat layanan kesehatan karena alasan biaya."
DIANING SARI | PINGIT ARIA
Tuesday, October 2, 2012
Monday, October 1, 2012
Murah banget...
From: <ertsanto@yahoo.com>
Paspor Gayus Rp 900 Juta
----------
Kepolisian Negara RI menangkap seorang tersangka berinisial A, yang diduga anggota jaringan pembuat paspor Sony Laksono yang digunakan bekas pegawai pajak Gayus HP Tambunan untuk piknik ke luar negeri. Biaya pembuatan paspor itu 100.000 dollar AS (sekitar Rp 900 juta). "Polri menangkap salah satu tersangka yang membuat paspor (Gayus). Hari ini yang bersangkutan ditahan," kata Kepala Divisi Humas Polri Inspektur Jenderal Anton Bachrul Alam di Jakarta, Selasa (11/1).
Dari pengakuan sementara ini, kata Anton, Gayus mengeluarkan uang untuk pembuatan paspor itu sebesar 100.000 dollar AS. Tersangka A yang ditahan mendapat 2.500 dollar AS. Sisanya dibagi-bagikan kepada teman-teman yang diduga anggota sindikatnya. Anton menjelaskan, tersangka A bukan petugas Kantor Imigrasi. "Dia orang umum yang diduga seorang calo," katanya. Tersangka ditangkap di Jakarta Selatan. Namun, belum dapat dijelaskan bagaimana Gayus bertemu atau kenal dengan tersangka A dan di mana tersangka A membuatkan paspor untuk Gayus.
Semula, paspor itu disediakan untuk Margarita, anak berusia lima tahun. Namun, paspor itu tak diambil sehingga data Margarita belum diproses. Paspor itu dipakai orang bernama Sony Laksono yang menggunakan foto mirip Gayus (Kompas, 5/1).Secara terpisah, Menteri Keuangan Agus Martowardojo menegaskan, semua permintaan informasi yang terkait dengan kasus Gayus telah ditindaklanjuti. Kementerian Keuangan akan memberikan semua data yang diperlukan aparat, sepanjang sesuai dengan aturan.
Bagi pemilik ratusan milyar yg diperoleh dg mudah,murah banget itu...