From: A.Syauqi Yahya
SIndo 23 Desember 2010 - Selamat Datang di Cracking Zone
Untuk menyeberangi jurang yang lebar Anda tidak bisa menggunakan lompatan kecil. Diperlukan lompatan besar, A Giant Leap. Ancang-ancangnya yang harus jauh. Demikian pula dengan kecepatannya. Itulah pesan penting yang perlu dipahami semua pelaku usaha yang akan menghadapi situasi baru di tahun baru (2011).
Inilah tahun-tahun yang saya sebut sebagai The Cracking Zone. Zona yang penuh patahan yang tanda-tandanya pernah saya ulas beberapa kali di sini. Sebuah zona yang pendapatan masyarakatnya terus meningkat, dengan connected generation (Gen C) yang saling bertukar pikiran secara instant. Seratus delapan puluh juta ponsel dimiliki masyarakat, dari 50% diantaranya sudah terakses dengan internet.
Sebuah zona terbuka yang saling bertubrukan yang tiba-tiba berubah diperbaharui oleh The Crackers. Crackers adalah sebutan baru para pemimpin yang ilmunya berada setingkat di atas Leadership. Bila leaders memperbaharui perusahaan, crackers justru memperbaharui industri. Ia merubah rule of the game. Dan yang lebih penting, mereka melakukannya secara diam-diam, lalu menimbulkan kejutan besar saat pasar menerimanya.
Bagi sebagian orang, kedatangan The Crackers sungguh tak disukai karena mereka mempersulit posisi para incumbent. Ibarat penari balet yang ujung-ujung jari kakinya begitu kuat, mereka menari dengan lincah di atas lantai kaca yang tebal, namun menimbulkan retakan-retakan besar di kebun tetangga-tetangganya. Pastikanlah retakan-retakan itu bukan hadir di tengah-tengah lingkaran kebun Anda. Sebab bila itu terjadi, Anda bisa tersedot, jatuh ke dalam palung-palung retakan yang "crack" itu.
Perbaharui Industri
Kemarin, saat menyerahkan naskah buku Cracking Zone, penerbit saya memberi tahu bahwa pasar buku-buku andalan telah berubah secara drastis. Kamus Inggris-Indonesia yang selama lebih dari 10 tahun memberikan pendapatan terbesar mulai bergerak turun. Jatuhnya sekitar 11%. Siapakah yang mencuri pasar buku itu?
Anda bisa menebaknya dengan mudah. Benar! Bukankah sekarang semuanya bisa dengan mudah diterjemahkan melalui kamus online. Anda pun tinggal memilih bahasanya. Tidak perlu bayar, dan sangat cepat! Bahkan biaya telekomunikasi pun telah menjadi sangat murah.
Bukan cuma penerbit buku. Hampir semua industri saat ini tengah berubah. Mulai dari airlines sampai dengan hotel. Dari asuransi sampai perbankan. Susu formula hingga kacang garing. Bahkan juga perkebunan dan energy. Persaingan lama menjadi tidak relevan, ketika para crackers memperbaharui industri.
Seperti yang pernah saya sampaikan, telah muncul paradigma freemium yang meng- "crack" produk-produk premier (premium) menjadi "almost free of charge". Tarifnya sangat murah, tetapi perusahaannya menjadi sangat kaya. Bukan karena volumenya yang dikejar, atau frekuensi pemakaiannya yang tinggi saja, melainkan karena business process mereka dibongkar menjadi ramping dan simpel.
Dengan model baru ini, saya pun berharap birokrasi Indonesia bisa segera melakukan "cracking" bukan seperti sekarang yang justru terkesan ribet dan tidak bersahabat. Saya bukan mempersoalkan birokrasi pelayanan jasa-jasa publik (seperti pengurusan SIM dan KTP) melainkan birokrasi pengambilan-pengambilan keputusan strategic seperti dalam bidang infrastruktur dan pertanian, pengadaan barang dan jasa, serta pelaporan keuangan.
Demikian pula "cracking"perlu segera diwujudkan dalam sektor-sektor keuangan-perbankan yang masih terkesan tidak efisien. Saya berharap akan ada salah satu bank nasional yang dengan keberaniannya meng- "crack" tingkat bunga yang sudah terlalu lama bertengger di tingkat yang tinggi. Pilihan itu hanya ada pada bank-bank yang punya potensi mendapatkan dana-dana murah (seperti BCA) atau pada bank-bank syariah. Namun "cracking" ini hanya mungkin terjadi bila otoritas di Bank Central (Bank Indonesia) turut berperan.
Bunga yang murah adalah pemicu pergerakan sektor riil yang dijalankan para pelaku UKM. Tentu ia tak semudah airlines Southwest atau XL-Axiata memperbaharui industri dengan tarif yang super murah. Ada implikasi-implikasi moneter yang perlu diperhatikan para otoritas moneter, namun seperti yang dihadapi para pelaku telekomunikasi di tahun 2002-2005, semua bankir pun tahu, margin yang mereka peroleh sudah terlalu tinggi. Kini kita tinggal menunggu, siapa diantara para bankir yang paling brilian, yang berhak mendapat julukan "The Crackers."
Petuah Tony Fernandes
"Anda tak perlu mendengarkan apa kata orang yang biasa diucapkan sehari-hari. Sebab mereka akan memberi saran 'jangan lakukan itu' dan ternyata mereka kalah," Itulah nasihat Tony Fernandes, pendiri Air Asia saat ditanya para entrepreneur Jakarta minggu lalu.
Orang-orang biasa selalu berpikir biasa, standar, dengan lompatan-lompatan kecil. Padahal yang Anda perlukan adalah lompatan besar. Benar. Bagaimana tidak besar kalau kita mau memperbaharui industri? Anda jelas tak bisabertanya pada orang-orang biasa itu. Seperti yang dialami kakak-beradik Wright yang berhasil menerbangkan pesawat yang tak mau mendengar nasehat ayahnya, seorang pendeta yang mengatakan hanya burung-burung dan malaikat-malaikat sajalah yang bisa terbang.
Namun ketika manusia sudah bisa menerbangkan pesawat, ternyata tak semua orang bisa terbang karena tarifnya yang terlalu mahal. Tony Fernandes pun memperbaharui industri itu dengan tarif yang super murah. Padahal ketika akan memulai usaha penerbangan ia pun dihalang-halangi oleh orang-orang dekat Mahathir Mohammad yang tidak memberinya ruang untuk bertemu dengan orang penting negeri dimana Tony Fernandes akan melakukan cracking.
"Hanya ada dua orang yang bisa bertemu Mahathir. Pertama adalah para oposisi yang menentangnya dan yang kedua, dari airlines hanya CEO Malaysia Airlines yang memerlukan paket rescue US$ 8 miliar dari pemerintah," ujar mereka.
Pelajaran penting dari apa yang telah dilakukan oleh para crackers adalah pentingnya kreativitas untuk menumbuhkan efek cracking. Anda harus terus bergerak mencari "pintu", mengetuknya, dan bila perlu mendobraknya dengan senyuman lebar. Namun yang membuat Anda selamat, bukanlah kreativitas dalam mengetuk pintu-pintu itu, melainkan business process Anda yang benar-benar simple, modern, efisien, dan mampu membuat Anda menghasilkan produk atau jasa yang berkualitas premium, namun cost-nya benar-benar rendah.
Itulah renungan akhir tahun, semacam public lecture yang ingin saya sampaikan dari tempat retreat saya di akhir tahun ini di Beirut, Lebanon. Selamat menyambut Tahun Baru yang cerah. Semoga bisnis Anda semakin berkibar, dan tahun depan Anda pun layak saya sapa sebagai The Cracker.
RHENALD KASALI
Ketua Program MM UI
http://rumahperubahan.com/?articles&post=SIndo_23_Desember_2010_-_Selamat_Datang_di_Cracking_Zone
Cracking Zone
13 Januari 2011
roniyuzirman Books and Learning, Business 5 Komentar
Selasa pagi kemarin saya berbincang-bincang dengan beberapa teman TDA di Ohlala Kafe, Thamrin. Kami ngobrol ngalor ngidul saja sambil menikmati pagi dan riuhnya lalu lintas pagi di Jakarta.
Salah satu topik perbincangan adalah perubahan dan bagaimana perusahaan bisa survive dan bahkan menjadi pemenang di tengah kencangnya arus perubahan itu.
Pak Fauzi Rachmanto mengilustrasikan Grup Cipaganti sebagai salah satu perusahaan yang bisa "riding the wave" perubahan dan menjadi pemenangnya.
Tipping point pertumbuhan perusahaan Cipaganti adalah saat dibukanya tol Cipularang. Mereka melihat peluang membuka bisnis travel Jakarta – Bandung dan ternyata sukses.
Salah satu keunikan jasanya adalah membuat pool mobil yang mendekati konsumennya, seperti di mal-mal dan pusat keramaian. Konsumen menyukai itu, plus layanan yang membuat konsumen menjadi semakin terpikat seperti waktu keberangkatan yang tepat waktu meski pun penumpang hanya satu orang.
Cipaganti mampu membaca arah perubahan yang terjadi di pasar dan melakukan eksekusi dengan cepat dan tepat.
Saat mendengar cerita itu, saya teringat dengan taksi 4848, ke mana dia sekarang?, tanya saya.
Nah, inilah yang menarik. Sebagai pemain lama, 4848 tidak tanggap dengan perubahan ini. Ia tetap melayani konsumen dengan cara lama, best practices lama dan asumsi-asumsi lama. Saya tidak pernah lagi melihat taksi ini di jalan.
Beberapa waktu lalu saya membaca tulisan Rhenald Kasali berjudul Cracking Zone di Koran Sindo.
Crackers adalah para pelaku bisnis yang membuat terobosan baru dan mengubah peta industri bisnis. Berbeda dengan para business leaders yang pemberbaiki perusahaan, para Crackers melakukan koreksi terhadap industri.
Para Crackers ini tentu saja mempersulit posisi pemain-pemain lama, para incumbent. Mereka memperkenalkan produk dan jasa baru, cara mengelola bisnis yang baru dan membuat pemain lama tidak bisa tidur dibuatnya
No comments:
Post a Comment