From: Anis Hariri
*Mengapa Saya Memilih Bersikap Lugas dalam Kasus Century?*
Faisal Basri
| 1 Februari 2010 | 00:09
Seorang yang tak mencantumkan identitas mengirim pesan singkat (SMS) hari
minggu kemarin. Isinya sebagai berikut:
"Bpk Faisal Basri Yth. Saya mengamati bpk dan menujukkan tdk *independen *dalam
menanggapi terkait dgn skandal Bank Century? Sgt disayangkan, mengapa bpk
hrs bersikap spt itu! Ingat bhw bpk didengar dan dihargai masyarat selama
ini karena bpk pengamat yg tajam, kritis dan memiliki *integritas* yg kuat.
Apa sih yg diberikan Budiono dan Sri Mulyani pd anda sampai mau "bunuh
diri"?" (catatan: isi sms saya cantumkan utuh, hanya *space* yang saya ubah
supaya tampilannya lebih enak dibaca, dan istilah yang dicetak tebal.)
Dua hari sebelumnya saya mengisi acara di Surabaya. Panitia penyelenggara
bercerita pada saya bahwa ada seorang anggota yang selalu hadir kalau saya
sebagai pembicaranya mengatakan kali ini ia tak mau hadir karena Faisal
Basri sudah tidak *kritis *lagi. Alasan peserta tersebut adalah karena saya
mendukung pemerintah dalam *bailout *Bank Century.
Sewaktu diundang Pansus Century pada 21 Januari lalu, seorang anggota Pansus
dari Partai Golkar, Harry Azhar Aziz, mengatakan: "Sikap *kritis *Faisal
meredup." Harry juga menyindir sikap *inkonsistensi *Faisal: "Setahu saya,
Faisal Basri dikenal sangatlah *kritis*. Saya masih ingat, beliau pernah
ungkapkan adanya potensi kerugian negara di Dirjen Pajak sampai Rp 7
triliun. Namun sekarang, *kok *kelihatannya *berubah*,'' kata Harry Azhar
Aziz, dalam sidang Pansus Centurygate, malam ini (Kamis, 21/1). Dikutip dari
Rakyat Merdeka online.
Ada empat kata kunci dari tiga nukilan di atas: independen, integritas,
kritis, dan inkonsisten. Kesemuanya mengandung penilaian bahwa saya tidak
lagi kritis, tidak konsisten, dan tidak independen. Saya telah berubah, oleh
karena itu diragukan integritasnya.
Tiga cuplikan yang saya angkat bisa mewakili banyak sekali penilaian
terhadap saya belakangan ini, terutama setelah kasus Century merebak. Reaksi
teman dan kerabat macam-macam. Ada yang men-*delete *saya sebagai
teman di*Facebook.
*Ada yang mencaci-maki lewat sms, email, dan milis.* *Ada pula yang "sebel"
karena "sayang" sebagai cerminan dari pepatah: sahabat sejati adalah yang
selalu mengingatkan, bukan yang kerap memuji.
Saya tak ingin membela diri. Apalagi mengklaim sinyalemen-sinyalemen di atas
ngawur. Tidak.
***
Terus terang, saya sempat terombang-ambing menyikapi kasus Century ini.
Cukup lama saya tak menyampaikan pandangan atau opini berkaitan dengan
Century dan tak mau diwawancarai oleh media cetak maupun elektronik tentang
Century. Saya tak memiliki cukup data dan informasi untuk bersikap dan
menyampaikan pandangan. Apalagi mengingat isu Century kala itu sangat
simpang siur, banyak dibumbui oleh fantasi, dan sarat muatan politis.
Dengan berjalannya waktu, saya memperoleh banyak sekali data dan informasi.
Bermula dari seorang sahabat yang mengirimkan via email resume hasil audit
BPK dan kronologis Century. Setelah itu, saya kebanjiran data dan informasi.
Beberapa hari kemudian saya memperoleh *hard copy *hasil audit lengkap BPK
yang sangat tebal (lebih tebal dari kitab suci).
Bahan yang juga sangat berharga adalah rekaman suara rapat KSSK tanggal
20-21 November 2008. Rekaman yang berdurasi lebih dari 4 jam saya santap
hingga menjelang subuh.
Sekarang saya memiliki cukup bahan, baik dalam bentuk *hard copies*
maupun *soft
copies. *Tak terkecuali bahan bacaan dari pemberitaan media massa sejak
Oktober 2008 hingga dewasa ini. Setiap hari saya menerima *briefing* media
yang sangat lengkap dari seorang sahabat yang baik hati. Bahkan saya
diperlihatkan pemetaan media dan nara sumbernya.
Mendalami kasus Century sungguh sangat menyita waktu. Sedangkan menyikapi
kasus ini melibatkan perasaan.
***
Perbedaan pandangan adalah hal yang lumrah. Perdebatan sengit adalah bunga
demokrasi, demi menghasilkan "kebenaran" walau mungkin tak pernah mencapai
kebenaran 100 persen.
Dalam menyaring data dan informasi, saya menemukan banyak kebohongan atau
setidaknya inkonsistensi pada sejumlah *opinion *leaders. Beberapa Postingan
di Kompasiana membuktikan hal itu. Dari hari ke hari senarai
inkonsistensi kian panjang, bahkan ada blog khusus untuk itu.
Belakangan, perkembangan kian brutal, tak lagi mengindahkan etika dan moral.
Pengalaman terakhir yang saya alami sendiri ialah ketika Radio Trijaya
menggelar acara mingguan "Polemik" bertajuk "Evaluasi 100 Hari Pemerintahan
SBY". Acara ini menghadirkan Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dan tiga
ekonom, termasuk saya.
Tak sampai setengah jam sejak kehadiran Menteri Keuangan, datang rombongan
demonstran yang berorasi di depan lokasi acara, Warung Daun di depan Taman
Ismail Marzuki. Kebisingannya menerobos pintu dan jendela gedung. Hampir
semua wartawan yang meliput acara berhamburan ke luar. Tinggal kami para
pembicara, moderator, dan segelintir lainnya yang tetap di dalam.
Para demonstran meneriakkan: "Sri Mulyani maling, Sri Mulyani maling …."
berulang kali, bersahut-sahutan.
Bukan acara tersebut dan laporan pandangan mata demonstasi yang hendak saya
ceritakan. Melainkan, SMS yang beredar setelah itu, yang mungkin sebagian
Kompasianer pun menerimanya.
Ini isi SMS-nya:
"Sangat disesalkan sikap Menkeu Sri Mulyani mengacungkan jari tengah dan
perkataan FUCK kpd para mahasiswa", demikian kata Ali Muchtar Ngabalin.
(Sabtu, 30/1/10, jam 10.00 WIB Warung Daun Cikini. Sumber: FK. Ampera)
Sedemikian keji isi SMS itu. Produser acara, Bung Eddy Koko, serta merta
membantah isi SMS itu. Ini SMS lengkap Bung Eddy:
"SAYA EDDY KOKO, BERADA DI SEBELAH SRI MULYANI MENGANTAR KE MOBIL SEBAGAI
PENGUNDANG/PRODUSER ACARA. JADI SAYA MELIHAT DIA MELAMBAI KEPADA PENDEMO DAN
TERSENYUM. DEMI ALLAH SAYA TIDAK MENDENGAR SRI MULYANI MENGUCAPKAN KATA
KATA. JUGA SAYA TIDAK MELIHAT SRIMULYANI MENGACUNGKAN JARI TENGAH SEPERTI
SMS YANG BEREDAR INI: Breaking News: SRI MULYANI ACUNG JARI TENGAH KPD
MAHASISWA. "Sangat disesalkan sikap Menkeu Sri Mulyani mengacungkan jari
tengah dan perkataan FUCK kpd para mahasiswa", demikian kata Ali Muchtar
Ngabalin. (Sabtu, 30/1/10, jam 10.00 WIB Warung Daun Cikini. Sumber: FK.
Ampera). Cc: Bung Ngabalin"
Sikap dan pandangan saya mungkin salah. Namun, sampai sekarang, sikap dan
pandangan saya bertolak dari keyakinan dan kesadaran penuh yang bersumber
dari data dan informasi yang saya miliki. Sikap dan pandangan saya bisa saja
berubah kalau ada data dan informasi yang membuat saya sampai pada
kesimpulan yang berbeda.
Insya Allah, kebenaran pada akhirnya akan datang juga. Tentu yang bersalah,
yang paling bertanggung jawab atas pembiaran Bank Century, dengan beragam
tipu daya, harus ditindak, diadili, dan dihukum.
Semoga kasus Century menjari pembelajaran sangat berharga dalam kehidupan
demokrasi kita, terlebih bagi diri saya sendiri.