From: hernowo hasim
"PERANGKAT INTELEKTUAL" UNTUK PARA PEMIKIR: Nurcholish Madjid sebagai Model Berpikir Sejati (3)
Oleh Hernowo
Sumber gambar: http://kitabislamikpercuma.weebly.com/nahjul-balaghah.html
Menurut Rektor UIN Jakarta, Komaruddin Hidayat, secara akademis-intelektual, Cak Nur memiliki empat kualitas yang jarang dimiliki oleh teman seangkatannya: Pertama, dia menguasai khazanah klasik pemikiran Islam. Dia memiliki perangkat intelektual yang kuat untuk mempelajari apa yang disebut "kitab kuning". Kedua, Cak Nur mempelajari teori-teori sosial dan metodologi riset sehingga kritis dalam memahami teks dan konteks sosial-historis sebuah doktrin agama.
Ketiga, dia adalah juga seorang aktivis organisasi sosial sehingga pemikirannya selalu mempertimbangkan dampak strategis bagi perubahan sosial. Keempat, Cak Nur adalah penulis yang baik dan produktif sehingga memudahkan bagi mereka yang pro atau kontra untuk melakukan klarifikasi. (Lihat Komaruddin Hidayat, "Berislam dengan Santun" [Resensi buku Api Islam Nurcholish Madjid] di harian Kompas edisi Rabu, 22 Desember 2010).
Bagi saya, kepemilikan perangkat intelektual yang kuat untuk mempelajari apa yang disebut "kitab kuning" serta penulis yang baik dan produktif adalah dua unsur yang layak digali lebih jauh dari warisan Cak Nur. Tentu, saya harus buru-buru mengatakan di sini bahwa saya belum tahu bagaimana menggali dan menemukan warisan tersebut. Dalam tulisan ini, saya hanya ingin mencoba menggunakan kegiatan berpikir saya untuk mencarinya (semoga, akhirnya, menemukannya).
Ketika Ustad Muhammad Bagir—ayahanda Haidar Bagir—wafat, saya menulis artikel pendek untuk menunjukkan warisan berharga yang ditinggalkan oleh Ustad Bagir. Selain seorang penulis, Ustad Bagir adalah penerjemah buku-buku berbahasa Arab yang mumpuni. Dua buku yang diterjemahkan beliau yang membuat saya kemudian memiliki kemampuan untuk mengagumi keindahan kata-kata yang dihasilkan oleh kegiatan berpikir adalah Mutiara Nahjul-Balaghah karya Imam Ali bin Abi Thalib dan Khilafah dan Kerajaan karya Abul A'la Al-Maududi.
"Saya tak sanggup melukiskan kitab ini lebih baik daripada nama yang disandangnya, ataupun menonjolkan keistimewaannya lebih daripada yang dilakukan oleh penghimpunnya sendiri dalam kata pengantarnya. Sekiranya bukan karena terdorong oleh kewajiban mengenang jasa atau pensyukuran kebaikan, niscaya saya takkan merasa perlu mengingatkan akan kandungan Nahjul-Balaghah yang sarat dengan pelbagai seni kefasihan serta keindahan susunan kata-katanya. Apalagi tidak ada satu pun tema penting telah ditinggalkannya ataupun alur pemikiran sehat yang tak dilintasinya."
Cobalah Anda cermati, "Sekiranya bukan karena terdorong oleh kewajiban mengenang jasa atau pensyukuran kebaikan...." Kata-kata ini ditulis oleh Syaikh Muhammad Abduh (aslinya berbahasa Arab) yang merupakan pengantar untuk Nahjul-Balaghah dan diterjemahkan oleh Ustad Bagir. Saya membayangkan kemampuan Ustad Bagir menerjemahkan (menguasai sekaligus menyajikan materi yang dikuasai tersebut ke dalam bahasa yang berbeda secara tertata dan indah) adalah sebuah "perangkat intelektual" yang juga dimiliki Cak Nur dalam menjalankan kegiatan akademisnya.
Sebagaimana telah saya tunjukkan di atas, "perangkat intelektual" (kemampuan memahami [menguasai] materi dalam bentuk teks dan menyajikan penguasaan tersebut secara apik dalam teks yang berbeda) yang dimiliki Cak Nur ini masih ditambah oleh "kemampuan intelektual" yang mumpuni dalam bentuk kegiatan menulis. Cak Nur bukan hanya penulis yang produktif tetapi juga penulis yang baik—mohon cermati hal ini. Bagi saya, inilah "roda" penggerak kegiatan berpikir Cak Nur yang luar biasa!
Anda dapat berhenti sejenak dan membayangkan: Adakah sekolah-sekolah pada zaman sekarang yang benar-benar melatih para pembelajarnya untuk memiliki "perangkat intelektual" dan menjadikan mereka sebagai penulis yang baik sekaligus produktif sebagaimana semua itu ada di dalam diri Cak Nur?[]
--
No comments:
Post a Comment