From: Ibrahim Abdul Kohar (via Multiply) <noreply@multiply.com>
Date: Wed, May 30, 2012 at 3:17 PM
Subject: A.Kohar Ibrahim: Nota Karya Buah Kreativitas Penyair Perempuan Tanjungpinang Silvie Ditha Audina
To: superhampala@gmail.com
Ibrahim Abdul Kohar has posted a new blog entry to Kepulauan Riau.Manage alerts settings |
Buah Kreativitas Penyair Perempuan Tanjung Pinang Silvie Ditha Audina
Oleh :
A.Kohar Ibrahim
*
Senandung Rindu
Sajak Silvie Ditha Audina
Akulah rindu Yang menapih sunyi Bukan kujerit Selintas semak Kuramu pekik Dalam syair Mendesir Bulir Akulah angin Menyauh sendu Gemercik Pada sayap sayap basah Mendung kubusung Tanggung lah Angin sudah lusuh
Tanjungpinang,23 Mei 2012
*
INDAH! hingga ku niat mencatat - nota dinota. terima kasih sepiring penuh, dina. salam takzim. (aki). Begitulah komen ringkas di Facebook 29 Mei 2012. Secara spontan menyambut sajian kreasi puisi Silvie Ditha Audina.
Iya. Iya iyalah. Setiap buah kreativitas seni, termasuk puisi, aku apresiasi dengan ekspresi kata kwalitatif: I n d a h lantaran benar, pas, menggugah perasaan pikiran imajinasi. Selayaknya santapan spiritual yang memang dibutuhkan dalam mengayomi hidup kehidupan. Daku saji ulang di ruang lanjutan Nota Karya Buah Kreativitas penulis penyair kali ini. Justeru berkenaan dengan Sang Penyair Perempuan kelahiran Kota Pantun Tanjungpinang Kepulauan Riau sembilanbelas tahun lalu : Silvie Ditha Audina itulah. Supaya pembaca yang belum tahu jadi tahu. Itulah pertanda nyata buah kreativitas sang penyair berbakat yang menerima pendidikan di salah sebuah sekolah tinggi prestisius UMRAH – Universitas Maritim Raja Ali Haji.
Tapi Kenapa Silvie ? Kenapa perhatian pada para penulis penyair muda ataupun pendatang baru ? Swara sang tanya penasaran. Ya – kenapa tak ? Pasalnya karena aku suka. Karena aku mengapresiasi buah aktivitas-kreativitas bernas. Dari siapa dari mana dan kapan kapan pun ada tersedianya. Tak peduli yang lokal, yang nasional sampai yang internasional. Tak peduli yang belum maupun yang sudah terkenal.
Iya iyalah. Karya tulisku membuktikan secara kongkrit, bahwa aku bisa mengapresiasi penyair Erlin Erlina Soraya, Gusmarni Zulkifli, sampai Ramayani Riance, Rama Prabu dan Rendra dan seterusnya lagi. Bisa mengapresiasi penyair Tahar Ben Jelloun, Baudelaire, Akhmatova sampai Mao Zedong! Dan banyak lainnya lagi. Yang terpenting, aku nikmati, aku apresiasi hasil buah kreativitasnya.
Iya iyalah. Karena takar ukur utama seseorang itu adalah perbuatannya, hasil kerja atau karyanya. Selain ada unsur atau segi-segi lainnya yang cukup menggelitik. Seperti kecintaan pada Bahasa dan Sastra. Pada kata-kata. Begitu juga perhatian pada lingkungan alam masyarakat sekitar.
Kecintaan pada bahasa dan sastra serta kata-kata, kiranya dari seberapa buah kreativitas yang tersajikan, pembaca bisa mengapresiasi sendiri betapa apa dan siapa Silvie Ditha Audina.
Akan halnya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, khususnya yang berkenaan dengan kaum perempuan dengan salah satu sosok kepeloporan perjuangan emansipasinya yang masyhur: R.A.Kartini, secara ringkas tapi lugas Silvie menyatakan ekspresinya sendiri. Dalam suatu cakap-cakap ringkas dengan penyusun naskah ini.
*
Pandangan Silvie Ditha Audina (Dina) atas ungkapan Kartini "Habis Gelap Terbitlah Terang" ?
-- Menurut Dina, selain Kartini, tokoh tokoh wanita mana lagi yang layak jadi teladan? Tokoh atau tokoh tokoh wanita di Kepri? Di Riau?
*
SEBAGAI seorang penyair (muda usia), menurut hematku Silvie Ditha Audina adalah salah seorang yang berbakat. Berbakat dalam alam perpusian – teriring doa sekaligus asa semoga saja juga alam kesusastraan Indonesia.
Aku nyatakan berbakat, karena sedikit banyak mengetahui wataknya, itikadnya, baik tercermin dari ujarkatanya dalam percakapan maupun dan terutama sekali dari buah kreativitasnya. Seperti dalam sajaknya berjudul "Aku" dan serangkum sajak-sajak lainnya ini.
Perhatianku, sebenarnya, kerap kali aku utarakan dalam komentar atau apresiasi ringkas-ringkas atas sajian puisinya yang aku terima. Maka untuk lebih lugas dan sekaligus juga tambahan tanda nyata – beberapa diantaranya kusajikan berikut ini.
*
A K U - Silvie Ditha Audina - Nota A.Kohar Ibrahim
A.Kohar Ibrahim : Nota Karya Ringkas Atas Sajak A K U Silvie Ditha Audina *
AKU
Lelah sudah Di selasela celah Membungkus sukma Pada puing Meronggak sayup Hirup tekik nak mencekik Akulah resah Setelah lelah Menelan ludah Kau Aku Pada tuhan Jadi saksi Mari kujamah Aku tak ingin Meneguk Biar aku Jangan engkau
Kamarhitam,2012
*
A.Kohar Ibrahim : SAJAK "Aku" Silvie Ditha Audina. Membaca Dina, dengan sang "Aku"nya, aneh juga, aku justeru tidak lantas teringat sajak penyair Chairil Anwar dengan judul serupa. "Aku/ kalau sampai waktuku". Tetapi kepada penyair besar Perancis Guillaume Apollinaire (1880-1918). Bukan terutama pada tata bina kata-kata ala gaya calligramme, tapi pada suasana sajaknya berjudul "Liens" (Hubungan).
Sudah mulai baris kata puitis pertamanya mampu menguggah gugat pembacanya, tentang: "Cordes faite de cris" - tali tambang ikatan terbuat jeritan. Dengan pelukisannya yang dahsyat akan suasana benua Eropa dengan hubung perhubungan tali ikat pengikatannya pembawa kecerah pencerahan pun yang kebalikannya. Tentang semua pasangan yang bercinta yang semestinya dalam kesatupaduan.
Namun keadaan sang pasangan kekasih dalam keadaan yang terjebak oleh suasana kebalikannya. Teriaknya -- "J'écris seulement pour vous exalter / O sens ô sens chéris":
« Aku menulis sematamata untuk menggugahmu duhai rasa dirasa terkasih Musuh kenangan Musuh keinginan Musuh penyesalan Musuh airmata Musuh segala yang masih aku cintai".
(Guillaum Apollinaire: Liens. In "Calligrammes" ed. NRF – Gallimard 1966 Prais Perancis)
SUNGGUH dahsyat! Jika diingat. Tapi Tuan dan Puan, itu lukisan suasana dalam Abad Ke-19! Tapi kita menjalani hidup kehidupan di Abad Ke-21!
Iya iyah! Kedahsyatannya di situ itu. Dalam abad kita ini pun suasana kehidupan jiwa manusia masih bisa terjadi -- yang hakikinya serupa. Dan dampaknya serupa. Suatu tali ikat jeratan yang mencekik leher, membelenggu kaki dan tangan. Hingga kikuk sulit bergerak bebas merdeka lantaran belenggu terbelenggu oleh "hubungan tali ikatan" itu! Yang rasa dirasa terasa kadang amat menjerat terjerat hingga tak bisa tidak mesti memekik. Mesti teriak. Pekik teriakan jiwa.
Iya iyah: seperti yang dipekik-teriakkan oleh penyair puan muda Melayu : Silvie Dhita Aguna. Dengan kreasi puisinya yang berjudul "Aku" itu.
Silakan apresiasilah: simak lacak selami dan coba tanya -- kenapa bagaimana lahir sajak seperti itu? dengan gaya penampilan meskipun masih dalam proses pencarian. Dengan tata bina kata kata yang apik puitik. Dengan simbol dan atau metaforanya yang mengejutkan bahkan mendebarkan. Kepada sang penyair, aku ucapkan banyak terima kasih. Berkat gubah gugahan buah kreativitasmu aku terundang oleh penyair Guilleum Apollinaire. Baik dikau maupun sang penyair besar Perancis itu sama-sama telah menyajikan santapan rohaniah bernas bagiku. Wass. (AKI) (FB 23.05.2012)
*
A.Kohar Ibrahim : Nota Baris Kata Puitis Bernas *
Silvie Ditha Audina :
Sajaksajak bersajak ..
*
A.Kohar Ibrahim :
SESEORANG pembaca Silvie Ditha Audina telah mempertanyakan dengan iringin sepleton tandatanya, ah, entah kenapa, tapi ekspresinya menunjukan kebingungan : «artinye apa tu? » Sedangkan daku berupaya untuk menikmati sajian Dina dengan mata -- pandang mata hati mata pikiran – ala kadarnya nalar. Dengan bermisal-andai – tidakkah akan lebih baik jika baris kata terujung dilengkapi kata: ….menggema? Begini jadinya:
Silvie Ditha Audina:
Sajak Sajak Bersajak
Sajak sajak bersajak membekas pada sajak Ketika sajak bermain pada Kumpulan Sajak Berirama sekilas riang menggema
*
Menurut hematku, sajian Dina itu merupakan sesuatu yang layak simak layak kaji ala kadarnya. Sebagai buah kreativitas bernas dalam menghargai bahasa khususnya kata kata yang ditata apik. Bergaya realisma fantastik puitik. Membacanya dengan kacamata bahasa sastra, bukan bahasa reportase jurnalistik, ah, apa pula bahasa pasaran.
Untuk apresiasi seni apapun, memang diperlukan sebekal pengetahuan tertentu, selain memiliki daya pandangan estetika. Silvie telah menampilkan Sajak bukan hanya sebagai subjek-objek, tapi tokoh aktor simbolistik yang hidup. Acung jempol & Salam takzim. Sebagai pencinta kata pencinta Bahasa Indonesia, Silvie bukan saja mengedepankan kata kata di barisan, melainkan juga menjadikannya yang aktip berperan. Luarbiasa! (AKI)
Facebook 04.05.2012.
*
Nota Ringkas Oleh : A.Kohar Ibrahim Atas sajak : Berkelam Diam
Silvie Dhita Audina :
Berkelam Diam
Mukaku murka henti nafas Ketika sengau menancap risau
Pada pelantar menguning ranum manakala tersapu ombak menghempas deram
Selaksa jiwa ketika sayup mengusik ini punyaku
kau tak dapat lagi berkata mengencam memasung ketika pahit
meriuh kelam pada malam aku bersemayam bukan pada aku jua namun hati tak ada yang tahu
Tp2012
*
A.Kohar Ibrahim:
Dinamika Cita Rasa Dirasa
Diam Menggelombang
Diam Menghanyutkan
Diam Api Dalam Sekam
Diam Teriak Budak Berontak
Tuntut Kebebas Merdekaan
*
SUNNGUH. Sungguh -- sekali lagi Silvie Dhita Audina -- sang puteri Tanjungpinang Kota Pantun ini menunjukkan kebisaannya membina tata kata kata dari bahasa yang dicintainya: Bahasa Indonesia. Aku suka: meski hanya tahu Dina sorang pencinta Bahasa dan barang tentu cinta Sastra Indonesia.
Apakah tempatannya mempengaruhi jiwanya sebagai penulis penyair muda? Tempatan bersejarah Dunia Melayu: Kepulauan Riau. Tempat kelahiran pakar pembina bahasa Raja Ali Haji -- sang Pahlawan Nasional Bangsa Indonesia Raya. Itu segitu sekdar setitik kecik latar belakang dari apresiasiku atas kreativitas Silvie Ditha Audina.
Iya iyah. Terus teang aku suka orang orang pencinta cita cita dan penghormat warsian bernas bangsa. Kebalikannya dengan yang sebaliknyalah! Dan bahwasanya buah karya kreativitas itulah tanda bukti nyata akan kecintaan sekalian penghormatan terhadap bahasa itu. Bahkan sekaligus merupakan pengembangannya. Dalam kebisaan dan keplastisan mempertegas kehidupannya. Seperti tertera pada sajak Silvie Ditha Audina "Berkelam Diam".
Ah oh iyah. Dari judulnya saja! Oh! Ah! Iyah. Dari menyimak judulnya saja, sudah amat memikat sekaligus mengugah gugat; ada tanda kedialktisan suasana jiwa! Hanya dengan dua patah kata! Judul itu pun sudah mempertanda isi dari tema atau pokok pengungkapan yang diluksikannya.
Yang: "Dikelam Diam"! Ada apa? Kenapa? Bagaimana bisa?
Sungguh menggelitik, cantik puitik dinamik pelukisan gejolak jiwa sang Puteri Kepri ini! Dengan baris baris kata yang meski dua dua kata piawai dia mengungkapkan nuraninya. Menunjukkan wataknya yang memberontak pada apa yang dirasa dipikir sebagai usik mengusik hak azasinya. Hak azasi sebagai sosok manusia wanita muda belia yang utuh seutuhnya. Rajin berani dan tahu menjaga hargadiri (marwah).
"Kau tak dapat / lagi berkata / mengecam memasung / ketika pahit/".
Duhai! tidakkah ini murni swara nurani bermakna teriak gugat sekaligus tuntutan yang membela kebenaran hak azasinya? Sungguh suatu canang yang mengundang renungan: terhadap kekuasaan atau sang penguasa apa, macam mana, teriak itu tertuju?
Tetapi itu teriakan universal! Dari setiap insan manusiawi yang mengidamkan kemerdekaan.
Dan teriakan itu sepertinya tertunda untuk menggema tergema. Sepertinya. Iya iyah. Tapi hakikinya tak! Teriakan itu adalah canang juang menuntut kebenaran dan keadilan. Adalah Nyanyian Kemerdekaan dalam juang yang mungkin memungkinkan adanya. Juang perjuangan mematahkan belenggu penjajahan ala feodalisme maupun kolonialisme dalam Abad XXI ini! Dalam sekala individual, lokal, pun nasional bahkan internaional.
Kepada Silvie Ditha Audina, kuucap banyak terimakasih telah memberi kesempatan membacamu. Semoga dikau teguh dan bijaksana serta terus jaga semangat dan marwah serta kreatip. Wass. (AKI)
Catatan: Sumber : Facebook Silvie Ditha Audina 6.05.2012
*
LIMA SAJAK Silvie Ditha Audina :
Habis Gelap Terbitlah Terang Purnama Dalam Merah Abu Sakan Negeri Topeng
KELIMA buah kreativitas berupa sajak-sajak Silvie Ditha Audina berikut ini disajikan semata-mata pertanda nyata betapalah bukti ketajaman pena penyair perempuan muda yang berbakat ini. Sajak-sajaknya matang, bernas, indah dalam keutuhan kesatupaduan bentuk-isinya, pilihan kata-kata yang tertata-bina berirama, judul sekalian tema pengungkapan dan pelukisannya masing-masing. Dengan disagang-topang simbolisasian dan atau metafora yang cakap cakep – secara pas memateri imajinasi. Sehingga pembaca tergugah oleh nyanyian jiwa yang dikumandangkan dengan cemerlang.
Simaklah dengan seksama. Kiranya, kalau kesempatan, daku bisa menyusun mata kuliah berjam-jam dengan kelima sajak-sajak Silvie Ditha Audina ini. (AKI)
*
Di ujung sana kau diam termangu
Tanjungpinang,21 April 2012 ketika cemas
Purnama
Malam telah menenggelamkan bintang Bersama angin yang berhembus kecil Langit pun kini telah dicumbu mendung Saat aku menatap purnama Mengangkat kisah merakit cerita Yang terdiam termenung menengadah langit Mencurahkan rasa yang tiada berujung Memberi kisah indah yang kulewati Riang bersamamu kasih Terseret arus dalam dinginnya malam ini Yang menyimpan hening dibalik malam Lidah seakan mati Menutup mata saat purnama hadir Berbinar indah terkatup sayu Terhimpit rasa yang gemuruh mengundang riang Cahayanya bagai cahaya namamu Tak pernah hilang Terus menerangi malamku Hingga aku terjaga terlepas dalam mimpi panjangku
Tanjungpinang,8 Februari pukul 00:15
Dalam Merah Abu
Ketika titik penghujan melampaui batas asa Terhempas jatuh menindas rasa dalam dada terus hati lalu jiwa Aku merasa bahwa aku bukan Sosok sempurna Tak lebih tapi kurang Mencoba mengendusendus Mencari cari di ujung mata saat terpejam Kusanjungi dalam seribu igauan Hitam merah abu
Mencoba kau tahu saat aku haus Membara lara terus menebar benih cinta Mengitari asap putih jauh di ujung Rasarasa yang kecil molek Yang kau punya itu Dibaring peraduan terhampar bayang Mencuri curi kau Tapi ku takut kau enggan bersamaku Memalingkan wajah seakan lari terbirit Torehkan pundakmu pun kau henyak Mimpi apa aku tadi malam Saat terbalik balik meronggah Heningnya dada sampai di Ujung jantung sulit aku tempuh Kau tahu titik hujan mulai turun Andaikan kau laut Andaikan kau hujan Kusimpan kau dalam sebilik hati
Tanjungpinang,5 Maret 201 01:14 tengah malam * Sakau Dalam air payau Ketika otak sedang meracau Menampung hati yang Dalam pengakuan yang haru
Tanjungpinang,28 Januari 2012
Negeri Topeng
Tanah air yang menjulang Berjengah lengah bagai tulang Membentang samudera Tanah air bumi pertiwi Meluas hijau disapu ombak putih Menerjang nerjang membongkah pondasi Dulu indonesia dikenal dengan sebutan Gemah ripah loh jinawi Yang kental akan adat ketimuran Bergelantungan memanjang kelu Di sepanjang jajaran sawah Mengucur keringat mengais beras Dalam teriknya yang menyengat Hidup berpuluh puluh tahun
Disana ! Ada manusia hidup Paruh setengah baya Berjalan tukas menapaki trotoar Banyak daki terkepul lusuh Wajah yang kumal Bau busuk dimana mana karna tak mandi Tengadah ulurkan tangan Hanya bisa meminta hasil Seribu perak pun kau enggan Apalagi berkeping uang merah Mungkin bisa depresi
Disana ! Ada manusia hidup Tak tentu mengarah berputar Melingkari bundaran Duduk menoleh beribu manusia yang bersandar Di perempatan jalan Menyandang koran yang kusut kisut Dengan bermacam wajah tak seri Memaksa selaksa kehausan Dalam sebungkus nasi hari ini Pun belum mendiami perutnya Berkicau bersahutan cacing cacing kecil Pilu tak gentar Tak perduli pada orang
Disana ! Pada kota kota besar Berkerumun anak anak kumuh Sungguh lusuh wajah hitam meredam Terderam matahari Kuku kuku hitam berdekil ingin Muntah yang melihatnya Hidup seorang diri Mencari rongsokan gelas plastik Mengais kaleng mencari sisa nasi Di padang sampah Telapak kaki hitam berderu bersama jalan Aspal Menyeret gerobak simpang siur Berjalan tiada henti Keringat yang bulat bulat Berlinangan deras melewati pipi Letih pun tak kau hiraukan Selayaknya bisa mendapatkan Pendidikan
Orang orang besar tak lagi perduli Dengan siapa mereka hidup Menuntun jalan bersama mobil mewah Tegap berjalan dalam balutan Jas jas hitam megah nan gagah Sepatu kilap tersilau Wangi pun sungguh bukan main Harummu semerbak terkesibak Tak pernah kah kau fikirkan Orang orang kecil di sekitarmu Padahal kau tenar tenang duduk Di dalam ruangan ber ac Kursi yang empuk Bukan sembarang orang justru Dari rakyat kecil kau terpilih Pejabat pejabat tinggi Hingar bingar menggeluti setumpukan Uang negri
Perut buncit bagaikan king kong bandit Tak ingatkah kau yang memakan habis tak bersisa Menindas tersedak tak mengingat tanggung jawab Jika aku orang kaya Kulepas habis kering pada manusia kecil Agar dapat hidup selayaknya Mungkin tuhan murka Karna sang pejabat tak lagi menjadi Orang yang bijak
Tanjungpinang,7 Maret 2012 saat kacau
*
Biodata :A.Kohar Ibrahim * Menerima Pendidikan SR--SMA di Jakarta, berkelanjutan di Akademi Bahasa dan Sastra Indonesia MULTATULI (Jakarta). Mulai menulis di ruang remaja Indonesia Muda koran Bintang Timur. Sebagai cerpenis sejak cerpen pertama berjudul « Ayah » dimuat Bintang Minggu (Bintang Timur edisi Minggu) tahun 1959. Jadi kulitinta dan pekerja dapur di Harian Rakyat dan Harian Rakyat Minggu juga Majalah Sastra dan Seni Zaman Baru pimpinan Rivai Apin dan S.Anantaguna. Pada tanggal 27 September 1965 terpilih sebagai anggota Delegasi Pengarang Indonesia – bersama Aziz Akbar, Z. Afif, Sukaris, Kusni Sulang untuk menghadiri perayaan Ultah Ke-XVI berdirinya RRT di Beijing serta peninjauan seni-budaya. Musim panas tahun 1972 meninggalkan RRT atas kemauan sendiri, bersama beberapa kawan, membelah benua dengan keretapi Trans-Siberia via Moskow dan Berlin hingga sampai di ujung Eropa Barat.
Di Brussel Belgia, kesempatan melanutkan pendidikan Seni Rupa di : Académie Royale des Beaux-Arts de Bruxelles, Brussel, Belgia. . (8) Artis Peintre Abe Alias A.Kohar Ibrahim dan Karya Lukisnya oleh Lisya Anggraini, Batam, Indonesia 2005. Dari tahun 1989-1999, selama sedasawarsa mengeditori terbitan yang tergolong pers alternatip, terutama sekali berupa terbitan Majalah Sastra & Seni « Kreasi » ; Majalah Budaya & Opini Pluralis « Arena » dan Majalah Opini « Mimbar ». Sejumlah esai budayanya yang dibukukan, antara lain : "Sekitar Tempuling Rida K Liamsi », telaah buku kumpulan puisi Rida, terbitan Yayasan Sagang, Pekanbaru 2004. « Identitas Budaya Kepri », terbitan Dewan Kesenian Kepri, Tanjungpinang 2005. « Kepri Pulau Cinta Kasih », karya bersama Lisya Anggraini, Yayasan Titik Cahaya Elka, Batam 2006. Berkas-berkas esai seni dan sosio-budaya lainnya berupa : « Catatan Dari Brussel : Dari Bumi Pijakan Kaum Eksil », « Sekitar Tembok Berlin : Lagu Manusia Dalam Perang Dingin Yang Panas » ; « Hidup Mati Penulis & Karyanya : Polemik Pramoedya-Lekra vs Manikebu » ; « Sekitar Aktivitas Kreativitas Tulis Menulis Di Luar Garis », dan lainnya lagi. Buku dan atau kumpulan tulisan bersama berupa kucerpen dan kupuisi, antara lain : Kumpulan cerpen « Korban » , penerbit Stichting Budaya, Amsterdam, 1989. Kumpulan puisi « Berkas Berkas Sajak Bebas », penerbit Stichting Budaya, Amsterdam, Kreasi N° 37 1998. Kumpulan esei bersama : « Lekra Seni Politik PKI », Stichting Budaya, Amsterdam, Kreasi N° 10 1992. Kumpulan sajak bersama : « Puisi », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 11 1992. Kumpulan esei bersama : « Kritik dan Esei », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 14 1993. Kumpulan cerpen bersama: « Kesempatan Yang Kesekian », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 26 1996. Kumpulan sajak bersama : « Yang Tertindah Yang Melawan Tirani » I, Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 28 1997. Kumpulan sajak bersama : « Yang Tertindas Yang Melawan Tirani » II, Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 39 1998. Kumpulan sajak : « Di Negeri Orang », penerbit Yayasan Lontar Jakarta & YSBI Amsterdam, 2002. Kumpulan tulisan bersama: Antologi Puisi Cerpen Curhat Tragedi Nasional 1965-2005, penerbit Sastra Pembebasan & Malka, 2005. Kumpulan esai bersama : « Identitas Budaya Kepri », penerbit Dewan Kesenian Kepri Tanjung Pinang 2005. Novel : « Sitoyen Saint-Jean – Antara Hidup Dan Mati », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008. Kumpulan esai : « Sekitar Polemik Pramoedya-Lekra vs Manikebu », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09. Kumpulan puisi : « Untukmu Kekasihku Hanya Hatiku », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09. Kumpulan cerpen bersama Lisya Anggraini : « Intuisi Melati », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.
Yang belum atau dalam perencanaan untuk dibukukan : Berkas berkas naskah kumpulan esai seni budaya, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, Nota Puitika (sebanyak 500-an) dan lain sebagainya lagi. Simak : Kumpulan Kumpulan Tulisan. Yang melengkapi Biodata ini.
Lebih lengkap bisa disimak-lacak di beberapa situs, antara lain, sebagai berikut : ABE-Kreasi Multiply Site : <http://16j42.multiply.com/journal/item/635/tag/biodata/>; <http://painting.multiply.com/tag/abekreasi> http://artscad.com/@/AKoharIbrahim/
Catatan : Nama asli, alias dan samaran. Sejak mulai melakukan kegiatan tulis menulis medio tahun 50-an, sebagai tanda-tangan digunakan nama asli A. Kohar Ibrahim atau lengkapnya : Abdul Kohar Ibrahim. Tanda-tangan untuk semua karya lukis : Abe. Sedangkan nama samaran atau pen-name : Aki, A. Brata Esa, Rahayati, Bande Bandega, DT atau Dipa Tanaera.*** Biodata ini melengkapi karya tulis AKI, terutama bagi pembaca yang belum mengenalnya, dan untuk pemerhati yang ingin mengetahui jejak langkah aktivitas-kreativitas A.Kohar Ibrahim.(AKI) *** Tags: nota karya Copyright 2012 Multiply, 6001 Park of Commerce Blvd, Boca Raton, FL Stop e-mails, view our privacy policy, or report abuse: click here |
--
Soni
dian_wiryatmo@yahoo.Co.Id
http://ceremende.blogspot.com/
No comments:
Post a Comment