From: hernowo hasim
Pelatihan Membaca di Sekolah Islam Azhari
Oleh Hernowo
Firasat saya, yang sudah lama saya pendam, menemukan bentuknya ketika memberikan pelatihan membaca di Sekolah Islam Azhari, Jakarta. Sesungguhnya pihak sekolah meminta saya agar memberikan pelatihan menulis untuk para guru. Waktunya disepakati diadakan dua kali mulai pukul 13.00 hingga 17.00 pada Sabtu 29 Januari dan 5 Februari 2011. Namun, ternyata, saya menemukan bahwa kebanyakan para guru menjadi tidak mampu menulis dengan baik disebabkan oleh kegiatan membacanya yang sangat buruk.
Teori tentang kunci menulis yang baik ada pada membaca yang baik sudah tidak perlu saya uraikan di sini. Riset Dr. Krashen yang dibukukan dalam The Power of Reading sudah berbicara lantang tentang itu. Juga konsep "mengikat makna" yang saya temukan pada 2001. Saya dapat menulis banyak buku karena membaca banyak buku secara baik. Ketika dahulu saya mengedit karya-karya Ustad Quraish Shihab, Kang Jalal, dan para tokoh lain, saya menemukan bahwa produktivitas menulis mereka ditopang secara sangat kukuh oleh kegiatan-hebat membaca. Berpijak dengan data ini, ada tiga hal menarik yang saya "ikat" ketika saya memberikan pelatihan menulis di Sekolah Islam Azhari:
Pertama, saya sempat membuat sebuah pertanyaan penting: "Apa yang membuat ayat-ayat Al-Quran yang diturunkan kepada Nabi Muhammad Saw. dapat menggerakkan Nabi dan para sahabatnya untuk mengubah peradaban Jahiliyah menjadi peradaban agung nan mulia? Mengapa, sepeningal Nabi, ayat-ayat Al-Quran itu masih terus dapat menggerakkan para pembacanya—seperti Ibn An-Nadim (pencipta Al-Fihrist), Imam Al-Ghazali, Dr. Sir Muhammad Iqbal, dll.—untuk terus mencari, mengumpulkan, dan merumuskan ilmu secara tertulis? Dan mengapa ketika kita membaca ayat-ayat Al-Quran, pada saat ini, kadang kegiatan membaca itu tidak berhasil mendorong kita untuk mencari dan merumuskan ilmu secara sangat bersemangat?"
Ursula K. Leguin
Kedua, saya juga sempat mengenalkan kepada para guru tentang kegiatan membaca yang mampu menggerakkan dan mengembangkan pikiran. Kegiatan membaca seperti yang saya maksudkan ini nantinya akan menjadi fondasi saya dalam membangun "Sekolah Berpikir Mengikat Makna". Saya mendasarkan kegiatan itu pada konsep "Christopherian encounters"-nya Howard Gardner. Saya ingin para guru dapat menjadikan buku-buku yang mereka baca bagaikan "kapal-kapal" milik Christopher Columbus yang akan membawa mereka mengembara ke tepian bumi dan, akhirnya, menantang pikiran mereka untuk menemukan sesuatu yang baru dan berbeda.
Ketiga, kegiatan membaca dapat dimanfaatkan para guru untuk terus mencari dan menemukan diri mereka. "Kita membaca buku untuk mencari tahu tentang diri kita sendiri. Apa yang dilakukan, dipikirkan, dan dirasakan oleh orang-orang lain—entah mereka nyata atau imajiner—merupakan petunjuk yang sangat penting terhadap pemahaman kita mengenai siapa sebenarnya diri kita ini dan bisa menjadi seperti apakah kita," kata Ursula K. Leguin.
Di sesi terakhir, saya kemudian mendemonstrasikan betapa asyik dan dahsyatnya membaca untuk keperluan ketiga hal tersebut—membaca yang dapat mendorong lahirnya sebuah aksi spektakuler, membaca untuk mengembarakan pikiran, dan membaca untuk menemukan diri. Membaca seperti ini, insya Allah, juga akan membuahkan hasil-hasil konkret dalam bentuk tulisan yang akhirnya dapat dikumpulkan menjadi sebuah buku. Saya tekankan kepada para guru: "Tak usahlah menjadi penulis. Jadilah pembaca yang baik. Jika Anda dapat menjadi pembaca yang baik, niscaya Anda akan dapat memproduksi banyak sekali tulisan yang baik."[]
--
No comments:
Post a Comment