From: teguhris
dari milis sebelah...
--------------------------------
Indonesia Mencemaskan,
Perlu Kepemimpinan yang Bermartabat
Kondisi Indonesia dewasa ini dan ke depan amat mencemaskan. Banyak kalangan masyarakat kita bertahun-tahun belakangan ini merasakan dan mengeluhkan tentang martabat bangsa yang mengalami kemerosotan signifikan dalam berbagai bidang.
Akibatnya, banyak di antara warga bangsa tidak lagi merasa bangga sebagai bagian integral Negara bangsa Indonesia. Mereka mengalami dislokasi dan disorientasi dalam kehidupannya. Banyak kalangan masyarakat tak tahu lagi tempatnya yang sepatutnya sehingga berbenturan satu sama lain penuh sikap curiga.
Ketua Palang Merah Indonesia HM Jusuf Kalla dalam pidatonya pada "Memorial Lecture Sutan Takdir Alisjahbana (STA)", yang digelar Akademi Jakarta, Selasa (27/7) malam di Taman Ismail Marzuki, memaparkan dengan jernih tentang lunturnya martabat bangsa.
"Hanya dengan kemajuan ekonomi yang mendorong kemajuan dalam berbagai bidang kehidupan lainnya, bangsa kita bisa memiliki kebanggaan diri dan martabat yang baik ke dalam maupun ke tengah pergaulan antarbangsa. Karena itu, perlu dikoreksi dan diluruskan arah pembangunan ekonomi kita," katanya.
Jusuf Kalla menegaskan, tinggi rendahnya martabat bangsa juga terkait pencapaian dalam bidang-bidang lain yang harus didukung kemajuan dan kekuatan ekonomi. Kita akan disegani bangsa-bangsa lain dan memiliki martabat tinggi jika unggul dalam ilmu pengetahuan dan teknologi yang bertolak dari riset-riset serius. Juga karya-karya seni budaya yang agung serta kehidupan agama dan spiritualitas yang istikamah, juga prestasi olahraga.
"Kita hendaknya melakukan riset tidak hanya untuk kepentingan ilmu, tetapi lebih-lebih untuk meningkatkan nilai tambah berbagai produk kita sendiri sehingga mempercepat pertumbuhan ekonomi dan kesejahteraan rakyat," ujarnya.
Menurut mantan Wakil Presiden ini, pendidikan kita semestinya menanamkan cara pandang dunia yang positif, mencerahkan, dan visioner tentang kekayaan seni budaya, tradisi, dan kebudayaan bangsa. Pendidikan lebih dari sekedar transfer ilmu pengetahuan, keahlian, dan keterampilan. Pendidikan merupakan tempat dan lokus sangat strategis untuk menyemai serta menanamkan harkat dan martabat diri sejak dini dan berkelanjutan.
Pendidikan dasar semestinya lebih berorientasi ke dalam, tidak berorientasi keluar melalui eksperimen semacam sekolah bertaraf internasional yang menggunakan bahasa Inggris sebagai bahasa pengantar.
Seharusnya pendidikan dasar lebih menekankan penggunaan bahasa Indonesia, baik lisan maupun tulisan. Bahasa bukan sekedar bertutur kata yang baik, melainkan menyangkut kemampuan menyususn logika, alur pikiran atau sistematika berfikir, sehingga dapat dipahami orang lain dengan baik.
Hanya pendidikan dasar yang beorientasi ke negeri sendiri yang bisa memberi penanaman nilai-nilai menyangkut karakter, jati diri, dan martabat bangsa.
Menurut dia, kita memerlukan kepemimpinan bermartabat (leadership with dignity) yang pada gilirannya memainkan peran sangat penting dalam membangun harkat dan martabat diri bangsa keseluruhan.
Untuk itu, setiap pemimpin mesti memiliki kepercayaan diri kuat yang membuat dia berani mengambil keputusan dan tindakan. Siap menanggung resiko dari setiap langkah dan keputusannya. Pemimpin yang dapat membangun martabat bangsa adalah pemimpin yang mampu menjadi inspirasi, sekaligus membangkitkan imajinasi kreatif warga bangsa. (NAL) Kompas, 28/7/2010
--------
Ketika kemacetan memburu Ibukota Negara, maka transportasi masal, kereta api, MRT menjadi prioritas dibangun, agar lebih efisien dan produktif..
Bila nanti kemudian ingin mengundang lagi Mr. President Obama bernostalgia silakan saja, tentu dengan catatan lumpur lapindo ditutup dan diberesin dahulu, malu kita… mereka di teluk Meksiko di kedalaman 500m dari permukaan laut saja bisa tegas dan beres, sedangkan di sini malah berapa puluh meter di atas permukaan laut. Katanya mereka berhasil karena ditutup dengan harkat dan martabatnya. Maka kita menjadi maklum bila lumpur lapindo selama ini sulit ditutup... konon karena ditutupnya bukan dengan harkat dan martabat, melainkan dengan martabak yang bisa dijual belikan di pinggir jalan raya porong... Padahal keduanya jelas sekali bedanya.
Maka bila dari fraksi partai golkar seperti misal Priyo Budi Santosa nanti ingin menjadi menteri atau apa, silakan angkat saja ia menjadi menteri penutupan Lumpur lapindo, kenapa mesti setingkat menteri, lha pimpro sudah terbukti gagal. Kalau sukses bisa lanjutt… atau kalau nggak berani menutup, maka ya memang lebih cocok menjadi anggota/pimpinan legislatif fraksi partai golkar, yang di antaranya terus berjuang dana pemerataan dan pembangunan daerah-daerah aspirasi pemilihan suara untuk pemilu yang akan datang, bersama partai-partai besar lainnya.
Ada lagi yang menanyakan kasus bail out pemilu bank century? Wah, saya malah sudah lupa… sambil berucap 'amit-amit jabang bayi'…. 'ojo ketemu neng anak putu...'
Atau kalau perlu bangsa ini dibuat oleh para pemimpinnya menjadi semacam 'korporatisasi negara', menjabat dengan berbagai label di berbagai tempat, yang penting menguntungkan individu, penguasa 'owners' dan kelompok tertentu saja, tanpa perlu dan perduli lagi memikirkan nasib rakyat, kesejahteraan rakyat, kemajuan masyarakatnya – apalagi petani dan nelayan yang saat ini sedang bingung dengan perubahan cuaca, hama dan gagal panen.
Kalau kemudian kompor tabung gas 3kg banyak yang meledak, karena sekarang jumlahnya sudah sekitar 45 juta tabung gas. Seperti halnya sepeda motor dan kendaraan. Pemakai harus sangat cermat, kalau tidak hati-hati resiko kecelakaan dan kebakaran akan terus terjadi. Kalau kecelakaan berkendaraan korbannya pengendara, kendaraan dan orang lain. Tetapi kalau tabung gas, selang dan kompor meledak, korbannya bukan saja pemakai, tabung gas, selang dan kompornya, tetapi juga termasuk motor dan rumahnya porak poranda.
Ini semua perlu langkah progresif dan langkah tanggung jawab dari pemerintah. Perlu segera langkah urgent untuk sosialisasi secara massal melalui iklan radio, telivisi dan media masa tentang standar keselamatan pemakaian kompor dan tabung gas elpiji 3 kg… karena mereka ada yang terbatas pengetahuannya. Jangan hanya kejar target produksi dan distribusi konversi minyak ke gas elpiji, tetapi lupa sosialisasi, kualitas dan jaminan standar keselamatan bagi masyarakat pemakai… sebelum korban akan banyak berjatuhan dan sangat menyengsarakan hidup mereka.
Menuju Indonesia sejahtera, maju dan bermartabat.
Best Regards,
Retno Kintoko
No comments:
Post a Comment