Wednesday, July 11, 2012

Menulis untuk Bersenang-senang (Plesir)?



From: hernowo hasim

Menulis untuk Bersenang-senang (Plesir)?

Oleh Hernowo

 

 

Kata "pleasure" dalam bahasa Jawa ada padanannya: plesir. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, plesir ditulis pelesir (berpelesir) yang berarti bersenang-senang, mencari kesenangan (kesukaan dsb.), berjalan-jalan untuk bersenang-senang, bertamasya, dan berpesiar.

 

Apabila ada "reading for pleasure", mungkinkah ada "menulis untuk plesir"? Jika ada, maka ini berarti menulis yang ditujukan untuk bersenang-senang atau bertamasya. Terus terang saja, kemungkinanm besar, selama ini, saya telah menjalankan kegiatan menulis untuk bersenang-senang. Mari kita perhatikan sejenak data berikut ini:

 

Pertama, tidak sedikit mahasiswa yang terbebani dengan "academic writing". Kegiatan menulis yang sangat penting ini, entah kenapa, kadang-kadang berubah wujud menjadi monster yang sangat menakutkan sehingga membebani para mahasiswa.

 

Kedua, tidak sedikit pula orang yang kepengin bisa menulis. Namun, kadang semangat awal yang menggebu dan berapi-api—untuk dapat memiliki kemampuan menulis—tiba-tiba berubah wujud menjadi abu dikarenakan kegiatan menulis yang dijalaninya tiba-tiba menghadirkan rasa frustrasi berkepanjangan.

 

Ketiga, tidak sedikit pula orang yang sudah mengikuti kursus dan pelatihan menulis serta membaca buku-buku tentang bagaimana menulis yang baik. Tentu saja, kursus, pelatihan, dan buku-buku itu bermanfaat, tetapi—anehnya—memunculkan kemampuan menulis tidak bisa diwujudkan apabila hanya bertumpu pada semua itu.

 

Bagi yang merasa mengalami keadaan di atas, silakan ikuti apa yang ingin saya bagi ini. Dahulu, saya juga mengalami ketiga hal itu. Saya kemudian mencari pengetahuan tentang menulis yang berbeda. Saya pun bertemu dengan Dr. James W. Pennebaker, seorang psikolog peneliti, yang mememberitahu saya bahwa menulis bisa menyembuhkan.

 

Setelah itu, saya bertemu dengan Bobbi DePorter lewat buku-hebatnya, Quantum Writing. Dalam bukunya ini, saya menemukan cara menulis yang menggunakan dua belahan otak—kiri dan kanan—dan, entah kenapa, saya benar-benar diberdayakan oleh cara menulis yang mengasyikkan ini.

 

Setelah Pennebaker dan Bobbi, saya bertemu Tony Buzan, Nancy Margulies, Gabriele Rico, dan Joyce Wycoff. Mereka tidak mengajari saya bagaimana menulis, tetapi memberikan semacam "alat" yang dapat saya gunakan untuk membuka pikiran saya ketika saya ingin menulis.

 

Dan di ujung perjalanan, dalam upaya saya menemukan cara menulis yang berbeda dengan yang selama ini saya ketahui, saya bertemu dengan Natalie Goldberg dan Peter Elbow. Golberg dan Elbow mendorong saya untuk menulis bebas (free writing). Untuk apa? Untuk mengeluarkan diri "original" saya.

 

Saya ingin mengatakan bahwa cara-cara menulis yang saya temukan itu sebagai kegiatan menulis untuk bersenang-senang (plesir). "Writing for plesir" ternyata membuat diri saya sangat percaya diri dalam menulis. Tak cuma itu, saya pun menjadi mudah dalam menulis karena ada banyak peralatan menulis (writing tools)-nonfisik yang dapat saya manfaatkan untuk mengeluarkan diri saya.

 

Andaikan para mahasiswa dan orang-orang yang merasa frustrasi ketika menjalani kegiatan menulis dapat merasakan enaknya menjalankan kegiatan menulis untuk bersenang-senang terlebih dahulu?[]

--

No comments:

Post a Comment