Thursday, May 31, 2012

Fwd: A.Kohar Ibrahim: Nota Karya Buah Kreativitas Penyair Perempuan Tanjungpinang Silvie Ditha Audina



---------- Forwarded message ----------
From: Ibrahim Abdul Kohar (via Multiply) <noreply@multiply.com>
Date: Wed, May 30, 2012 at 3:17 PM
Subject: A.Kohar Ibrahim: Nota Karya Buah Kreativitas Penyair Perempuan Tanjungpinang Silvie Ditha Audina
To: superhampala@gmail.com


Ibrahim Abdul Kohar has posted a new blog entry to Kepulauan Riau.


Manage alerts settings

 

 

Nota Karya :

 

 

 

Buah Kreativitas Penyair Perempuan Tanjung Pinang

Silvie Ditha Audina

 

 

Oleh :

 

A.Kohar Ibrahim

 

 

*

 

 

 

 

Senandung Rindu

 

 

Sajak Silvie Ditha Audina

 

 

 

Akulah rindu

Yang menapih sunyi

Bukan kujerit

Selintas semak

Kuramu pekik

Dalam syair

Mendesir

Bulir

Akulah angin

Menyauh sendu

Gemercik

Pada sayap sayap basah

Mendung kubusung

Tanggung lah

Angin sudah lusuh

 

 

Tanjungpinang,23 Mei 2012

 

 

 

*

 

 

INDAH! hingga ku niat mencatat - nota dinota. terima kasih sepiring penuh, dina. salam takzim. (aki). Begitulah komen ringkas di Facebook 29 Mei 2012. Secara spontan menyambut sajian kreasi puisi Silvie Ditha Audina.

 

Iya. Iya iyalah. Setiap buah kreativitas seni, termasuk puisi, aku apresiasi dengan ekspresi kata kwalitatif: I n d a h  lantaran benar, pas, menggugah perasaan pikiran imajinasi. Selayaknya santapan spiritual yang memang dibutuhkan dalam mengayomi hidup kehidupan. Daku saji ulang di ruang lanjutan Nota Karya Buah Kreativitas penulis penyair kali ini. Justeru berkenaan dengan Sang Penyair Perempuan kelahiran Kota Pantun Tanjungpinang Kepulauan Riau sembilanbelas tahun lalu : Silvie Ditha Audina itulah. Supaya pembaca yang belum tahu jadi tahu. Itulah pertanda nyata buah kreativitas sang penyair berbakat yang menerima pendidikan di salah sebuah sekolah tinggi prestisius UMRAH – Universitas Maritim Raja Ali Haji.

 

 

Tapi Kenapa Silvie ? Kenapa perhatian pada para penulis penyair muda ataupun pendatang baru ? Swara sang tanya penasaran. Ya – kenapa tak ? Pasalnya karena aku suka. Karena aku mengapresiasi buah aktivitas-kreativitas bernas. Dari siapa dari mana dan kapan kapan pun ada tersedianya. Tak peduli yang lokal, yang nasional sampai yang internasional. Tak peduli yang belum maupun yang sudah terkenal.

 

Iya iyalah. Karya tulisku membuktikan secara kongkrit, bahwa aku bisa mengapresiasi  penyair Erlin Erlina Soraya, Gusmarni Zulkifli, sampai Ramayani Riance, Rama Prabu dan Rendra dan seterusnya lagi. Bisa mengapresiasi penyair Tahar Ben Jelloun, Baudelaire, Akhmatova sampai Mao Zedong! Dan banyak lainnya lagi. Yang terpenting, aku nikmati, aku apresiasi hasil buah kreativitasnya.

 

Iya iyalah. Karena takar ukur utama seseorang itu adalah perbuatannya, hasil kerja atau karyanya. Selain ada unsur atau segi-segi lainnya yang cukup menggelitik. Seperti kecintaan pada Bahasa dan Sastra. Pada kata-kata. Begitu juga perhatian pada lingkungan alam masyarakat sekitar.

 

Kecintaan pada bahasa dan sastra serta kata-kata, kiranya dari seberapa buah kreativitas yang tersajikan, pembaca bisa mengapresiasi sendiri betapa apa dan siapa Silvie Ditha Audina.

 

Akan halnya yang berkaitan dengan kehidupan masyarakat, khususnya yang berkenaan dengan kaum perempuan dengan salah satu sosok kepeloporan perjuangan emansipasinya yang masyhur: R.A.Kartini, secara ringkas tapi lugas Silvie menyatakan ekspresinya sendiri. Dalam suatu cakap-cakap ringkas dengan penyusun naskah ini.

 

*

 

 

Pandangan Silvie Ditha Audina (Dina)

atas ungkapan Kartini "Habis Gelap Terbitlah Terang" ?



"Habis Gelap Terbitlah Terang". Iya saya sering mendengar ungkapan tersebut. Ungkapan yang membenarkan bahwa bukankah kita sebagai manusia (anak bangsa) memberikan secerah harapan untuk dikemudian hari. Khusunya emansipasi wanita memiliki kegigihan yang tinggi. Penuh solidaritas yang kuat, aktif, kreatif. Sebagai pemimpin yang memiliki martabat dan jiwa yang benar-benar tangguh. Karena pada masa Kartini saat itu Indonesia memperbudak kaum perempuan."Wanita dijajah pria sejak dulu. Dijadikan Obat Kulup Penawar Rindu". Namun cahaya itu belum menyinarinya secara terang , karena terhalang oleh tradisi tersendiri. Hanya melahirkan gagasan dan pandangan-pandangan luar biasa tentang peran wanita, kemanusiaan, agama, serta pikiran kemajuan lainnya untuk mewujudkan kaum perempuan yang terdidik. Bahkan sampai hari ini aku masih mengagumi R.A Kartini. "Tak ada tunas yang mampu tumbuh seraya melahirkan jati diri bagi perempuan Indonesia. Bahwa tak ada malam jika tak ada siang,ada gelap pasti ada terang. »

 

 

-- Menurut Dina, selain Kartini, tokoh tokoh wanita mana lagi yang layak jadi teladan? Tokoh atau tokoh tokoh wanita di Kepri? Di Riau?

 


« Dewi Sartika. Itu tokoh wanita emansipasi selain R.A Kartini.
Lugas, tegas, cerdas. Iya jelas, beliau memberikan apresiasi yang diberikan kepada kaum perempuan Indonesia. Bukan itu saja, ia juga mendirikan Sekolah Kautaman Istri pada tahun 1910. Ia mendirikan sekolah tersebut dengan tingkat rasa kepedulian terhadap kaum perempuan lainnya. Memberikan inovati pada masa perbudakan. Bahwa ia tak ingin perempuan terlalu tertindas pada masa itu."



-- Apa dan bagaimana kesan Dina akan kisah cintakasih dengan Pulau Penyengat yang legendaris itu?



"Aku terperangah jelas. Salah satu objek wisata yang kusukai. Pulau penyengat yang indah nun jauh diseberang sana. Salah satu tempat Wisata sebagai pemberdayaan masyarakat akan kecintaan kita terhadap tempat - tempat bersejarah. Wisata bersejarah yang memiliki arti besar bagi masyarakat. Terlahir dari adanya Gurindam 12 yang karangan Raja Ali Haji. Tersusun tiap bait terbesit petuah dan nasehat. Ini bahkan bukan hanya kesungguhan yang biasa saja, tetapi sejarah Melayu yang tak hilang kandas begitu saja. Pulau penyengat yang legendaris. Pulaunya sungguh kecil, tetapi menyimpan Sejarah yang sangat besar dan Citra Kebudayaannya sungguh dapat dikagumi."


*

 

SEBAGAI seorang penyair (muda usia), menurut hematku Silvie Ditha Audina adalah salah seorang yang berbakat. Berbakat dalam alam perpusian – teriring doa sekaligus asa semoga saja juga alam kesusastraan Indonesia.

 

Aku nyatakan berbakat, karena sedikit banyak mengetahui wataknya, itikadnya, baik tercermin dari ujarkatanya dalam percakapan maupun dan terutama sekali dari buah kreativitasnya. Seperti dalam sajaknya berjudul "Aku" dan serangkum sajak-sajak lainnya ini.

 

Perhatianku, sebenarnya, kerap kali aku utarakan dalam komentar atau apresiasi ringkas-ringkas atas sajian puisinya yang aku terima.  Maka untuk lebih lugas dan sekaligus juga tambahan tanda nyata – beberapa diantaranya kusajikan berikut ini.

 

 

*

 

 

A K U - Silvie Ditha Audina - Nota A.Kohar Ibrahim

 

A.Kohar Ibrahim :

Nota Karya Ringkas

Atas Sajak

A K U

Silvie Ditha Audina

*

 

 

AKU

 

Lelah sudah

Di selasela celah

Membungkus sukma

Pada puing

Meronggak sayup

Hirup tekik nak mencekik

Akulah resah

Setelah lelah

Menelan ludah

Kau

Aku

Pada tuhan

Jadi saksi

Mari kujamah

Aku tak ingin

Meneguk

Biar aku

Jangan engkau

 

 

Kamarhitam,2012

 

*

 

 

A.Kohar Ibrahim :

SAJAK "Aku" Silvie Ditha Audina. Membaca Dina, dengan sang "Aku"nya, aneh juga, aku justeru tidak lantas teringat sajak penyair Chairil Anwar dengan judul serupa. "Aku/ kalau sampai waktuku". Tetapi kepada penyair besar Perancis Guillaume Apollinaire (1880-1918). Bukan terutama pada tata bina kata-kata ala gaya calligramme, tapi pada suasana sajaknya berjudul "Liens" (Hubungan).

 

Sudah mulai baris kata puitis pertamanya mampu menguggah gugat pembacanya, tentang: "Cordes faite de cris" - tali tambang ikatan terbuat jeritan. Dengan pelukisannya yang dahsyat akan suasana benua Eropa dengan hubung perhubungan tali ikat pengikatannya pembawa kecerah pencerahan pun yang kebalikannya. Tentang semua pasangan yang bercinta yang semestinya dalam kesatupaduan.

 

Namun keadaan sang pasangan kekasih dalam keadaan yang terjebak oleh suasana kebalikannya. Teriaknya --  "J'écris seulement pour vous exalter / O sens ô sens chéris":

 

« Aku menulis sematamata untuk menggugahmu

duhai rasa dirasa terkasih

Musuh kenangan

Musuh keinginan

Musuh penyesalan

Musuh airmata

Musuh segala yang masih aku cintai".

 

(Guillaum Apollinaire: Liens. In "Calligrammes" ed. NRF – Gallimard 1966 Prais Perancis)

 

SUNGGUH dahsyat! Jika diingat. Tapi Tuan dan Puan, itu lukisan suasana dalam Abad Ke-19! Tapi kita menjalani hidup kehidupan di Abad Ke-21!

 

Iya iyah! Kedahsyatannya di situ itu. Dalam abad kita ini pun suasana kehidupan jiwa manusia masih bisa terjadi -- yang hakikinya serupa. Dan dampaknya serupa. Suatu tali ikat jeratan yang mencekik leher, membelenggu kaki dan tangan. Hingga kikuk sulit bergerak bebas merdeka lantaran belenggu terbelenggu oleh "hubungan tali ikatan" itu! Yang rasa dirasa terasa kadang amat menjerat terjerat hingga tak bisa tidak mesti memekik. Mesti teriak. Pekik teriakan jiwa.

 

Iya iyah: seperti yang dipekik-teriakkan oleh penyair puan muda Melayu : Silvie Dhita Aguna. Dengan kreasi puisinya yang berjudul "Aku" itu.

 

Silakan apresiasilah: simak lacak selami dan coba tanya -- kenapa bagaimana lahir sajak seperti itu? dengan gaya penampilan meskipun masih dalam proses pencarian. Dengan tata bina kata kata yang apik puitik. Dengan simbol dan atau metaforanya yang mengejutkan bahkan mendebarkan.

Kepada sang penyair, aku ucapkan banyak terima kasih. Berkat gubah gugahan buah kreativitasmu aku terundang oleh penyair Guilleum Apollinaire. Baik dikau maupun sang penyair besar Perancis itu sama-sama telah menyajikan santapan rohaniah bernas bagiku. Wass. (AKI)

(FB 23.05.2012)

 

*

 

 

A.Kohar Ibrahim :

Nota Baris Kata Puitis Bernas

*

 

Silvie Ditha Audina :

 

Sajaksajak bersajak ..
membekas pada sajak..
Ketika Sajak bermain pada Kumpulan Sajak ..
Berirama sekilas riang ..

 

*

 

A.Kohar Ibrahim :

 

SESEORANG pembaca Silvie Ditha Audina telah mempertanyakan dengan iringin sepleton tandatanya, ah, entah kenapa, tapi ekspresinya menunjukan kebingungan : «artinye apa tu? » Sedangkan daku berupaya untuk menikmati sajian Dina dengan mata -- pandang mata hati mata pikiran – ala kadarnya nalar. Dengan bermisal-andai – tidakkah akan lebih baik jika baris kata terujung dilengkapi kata: ….menggema? Begini jadinya:

 

Silvie Ditha Audina:

 

Sajak Sajak Bersajak

 

Sajak sajak bersajak

membekas pada sajak

Ketika sajak bermain pada Kumpulan Sajak

Berirama sekilas riang menggema

 

*

 

Menurut hematku, sajian Dina itu merupakan sesuatu yang layak simak layak kaji ala kadarnya. Sebagai buah kreativitas bernas dalam menghargai bahasa khususnya kata kata yang ditata apik. Bergaya realisma fantastik puitik. Membacanya dengan kacamata bahasa sastra, bukan bahasa reportase jurnalistik, ah, apa pula bahasa pasaran.

 

Untuk apresiasi seni apapun, memang diperlukan sebekal pengetahuan tertentu, selain memiliki daya pandangan estetika. Silvie telah menampilkan Sajak bukan hanya sebagai subjek-objek, tapi tokoh aktor simbolistik yang hidup. Acung jempol & Salam takzim. Sebagai pencinta kata pencinta Bahasa Indonesia, Silvie bukan saja mengedepankan kata kata di barisan, melainkan juga menjadikannya yang aktip berperan. Luarbiasa! (AKI)

 

Facebook 04.05.2012.

 

*

 

 

 

Nota Ringkas

Oleh : A.Kohar Ibrahim

Atas sajak : Berkelam Diam

 

 

Silvie Dhita Audina :

 

 

Berkelam Diam

 

 

 

Mukaku murka

henti nafas

Ketika sengau

menancap risau

 

 

Pada pelantar

menguning ranum

manakala tersapu ombak

menghempas deram

 

Selaksa jiwa

ketika sayup mengusik

ini punyaku

 

kau tak dapat

lagi berkata

mengencam memasung

ketika pahit

 

meriuh kelam

pada malam

aku bersemayam

bukan pada aku jua

namun hati

tak ada yang tahu

 

 

Tp2012

 

*

 

A.Kohar Ibrahim:

 

Dinamika Cita Rasa Dirasa

 

Diam Menggelombang

 

Diam  Menghanyutkan

 

Diam Api Dalam Sekam

 

Diam Teriak Budak Berontak

 

Tuntut Kebebas Merdekaan

 

*

 

 

SUNNGUH. Sungguh --  sekali lagi Silvie Dhita Audina -- sang puteri Tanjungpinang Kota Pantun ini menunjukkan kebisaannya membina tata kata kata dari bahasa yang dicintainya: Bahasa Indonesia. Aku suka: meski hanya tahu Dina sorang pencinta Bahasa dan barang tentu cinta Sastra Indonesia.

 

Apakah tempatannya mempengaruhi jiwanya sebagai penulis penyair muda? Tempatan bersejarah Dunia Melayu: Kepulauan Riau. Tempat kelahiran pakar pembina bahasa Raja Ali Haji -- sang Pahlawan Nasional Bangsa Indonesia Raya. Itu segitu sekdar setitik kecik latar belakang dari apresiasiku atas kreativitas Silvie Ditha Audina.

 

 

Iya iyah. Terus teang aku suka orang orang pencinta cita cita dan penghormat warsian bernas bangsa. Kebalikannya dengan yang sebaliknyalah! Dan bahwasanya buah karya kreativitas itulah tanda bukti nyata akan kecintaan sekalian penghormatan terhadap bahasa itu. Bahkan sekaligus merupakan pengembangannya. Dalam kebisaan dan keplastisan mempertegas kehidupannya. Seperti tertera pada sajak Silvie Ditha Audina "Berkelam Diam".

 

 

Ah oh iyah. Dari judulnya saja! Oh! Ah!  Iyah. Dari menyimak judulnya saja, sudah amat memikat sekaligus mengugah gugat; ada tanda kedialktisan suasana jiwa! Hanya dengan dua patah kata! Judul itu pun sudah mempertanda isi dari tema atau pokok pengungkapan yang diluksikannya.

 

Yang: "Dikelam Diam"!

Ada apa? Kenapa? Bagaimana bisa?

 

 

Sungguh menggelitik, cantik puitik dinamik pelukisan gejolak jiwa sang Puteri Kepri ini! Dengan baris baris kata yang meski dua dua kata piawai dia mengungkapkan nuraninya. Menunjukkan wataknya yang memberontak pada apa yang dirasa dipikir sebagai usik mengusik hak azasinya. Hak azasi sebagai sosok manusia wanita muda belia yang utuh seutuhnya. Rajin berani dan tahu menjaga hargadiri (marwah).

 

 

 "Kau tak dapat / lagi berkata / mengecam memasung / ketika pahit/".

 

Duhai! tidakkah ini murni swara nurani bermakna teriak gugat sekaligus tuntutan yang membela kebenaran hak azasinya? Sungguh suatu canang yang mengundang renungan: terhadap kekuasaan atau sang penguasa apa, macam mana, teriak itu tertuju?

 

 

Tetapi itu teriakan universal! Dari setiap insan manusiawi yang mengidamkan kemerdekaan.

 

 

Dan teriakan itu sepertinya tertunda untuk menggema tergema. Sepertinya. Iya iyah. Tapi hakikinya tak! Teriakan itu adalah canang juang menuntut kebenaran dan keadilan. Adalah Nyanyian Kemerdekaan dalam juang yang mungkin memungkinkan adanya. Juang perjuangan mematahkan belenggu penjajahan ala feodalisme maupun kolonialisme dalam Abad XXI ini! Dalam sekala individual, lokal, pun nasional bahkan internaional.

 

 

Kepada Silvie Ditha Audina, kuucap banyak terimakasih telah memberi kesempatan membacamu. Semoga dikau teguh dan bijaksana serta terus jaga semangat dan marwah serta kreatip. Wass. (AKI)

 

Catatan:

Sumber : Facebook Silvie Ditha Audina 6.05.2012

 

 

*

 

 

LIMA SAJAK

Silvie Ditha Audina :

 

Habis Gelap Terbitlah Terang

Purnama

Dalam Merah Abu

Sakan

Negeri Topeng

 

 

KELIMA buah kreativitas berupa sajak-sajak Silvie Ditha Audina berikut ini disajikan semata-mata pertanda nyata betapalah bukti ketajaman pena penyair perempuan muda yang berbakat ini. Sajak-sajaknya matang, bernas, indah dalam keutuhan kesatupaduan bentuk-isinya, pilihan kata-kata yang tertata-bina berirama, judul sekalian tema pengungkapan dan pelukisannya masing-masing. Dengan disagang-topang simbolisasian dan atau metafora yang cakap cakep – secara pas memateri imajinasi. Sehingga pembaca tergugah oleh nyanyian jiwa yang dikumandangkan dengan cemerlang.

 

Simaklah dengan seksama. Kiranya, kalau kesempatan, daku bisa menyusun mata kuliah berjam-jam dengan kelima sajak-sajak Silvie Ditha Audina ini. (AKI)

 

 

 

*

 


Silvia Dina :



Habis Gelap Terbitlah Terang




Di ujung sana kau diam termangu
duduk diantara dua
jejaka
Tertunduk riuh mendatar parasmu
Biarlah akan kubungkus
deru yang meredam peluh dihatimu
Usah lagi kau bergemuruh
mendekap kelu kesah dimulutmu itu
Katakanlah bahwa kau menuntun
dari mereka-mereka yang tak berilmu
Kau sungguh indah walau terasa polos
Meringkuh kalap diujung bibir
Jangan kau fikir jejaka itu
Disaat kau mulai menyadari
Pandangmu bukan kusam
Jernih kemilau dibalik mata
Kau ingat hidupmu
Membening terang disela waktu
Tersimpan riang yang kau punya
Kau hidupkan para wanita
Bukan tertindas
justru cerah pada jiwajiwa mereka
Habis gelap terbitlah terang
Jangan menyimpan lara
Hiduplah selamanya
pada angan dan citacitamu

 

 

Tanjungpinang,21 April 2012 ketika cemas


*



 

Purnama

 



Malam telah menenggelamkan bintang

Bersama angin yang berhembus kecil

Langit pun kini telah dicumbu mendung

Saat aku menatap purnama

Mengangkat kisah merakit cerita

Yang terdiam termenung menengadah langit

Mencurahkan rasa yang tiada berujung

Memberi kisah indah yang kulewati  

Riang bersamamu kasih

Terseret arus dalam dinginnya malam ini

Yang menyimpan hening dibalik malam

Lidah seakan mati

Menutup mata saat purnama hadir

Berbinar indah terkatup sayu

Terhimpit rasa yang gemuruh mengundang riang

Cahayanya bagai cahaya namamu

Tak pernah hilang

Terus menerangi malamku

Hingga aku terjaga terlepas dalam mimpi panjangku

 

 

Tanjungpinang,8 Februari pukul 00:15




*



Dalam Merah Abu




Diambang dalam cabik cabik rasa

Ketika titik penghujan melampaui

batas asa

Terhempas jatuh menindas rasa dalam dada

terus hati lalu jiwa

Aku merasa bahwa aku bukan

Sosok sempurna

Tak lebih tapi kurang

Mencoba mengendusendus

Mencari cari di ujung mata saat terpejam

Kusanjungi dalam seribu igauan

Hitam merah abu

 

Mencoba kau tahu saat aku haus

Membara lara terus menebar benih cinta

Mengitari  asap putih jauh di ujung

Rasarasa yang kecil molek

Yang kau punya itu

Dibaring peraduan terhampar bayang

Mencuri curi kau

Tapi ku takut kau enggan bersamaku

Memalingkan wajah seakan lari terbirit

Torehkan pundakmu pun kau henyak

Mimpi apa aku tadi malam

Saat terbalik balik meronggah

Heningnya dada sampai di

Ujung jantung sulit aku tempuh

Kau tahu titik hujan mulai turun

Andaikan kau laut

Andaikan kau hujan

Kusimpan kau dalam sebilik hati

 

 

Tanjungpinang,5 Maret 201 01:14 tengah malam



*



Sakau



Dalam air payau

Ketika otak sedang meracau

Menampung hati yang
kian galau

Diatas jala
dalam lamunan menyala
Aku tersudut pilu

Dalam pengakuan yang haru

Meniti bait tiap bait
enggan bersenggama bersama hati
Kelu kesah yang
termakan api
Berkobar menapih kesal
Di ujung galau
aku sakau dihati kecil





Tanjungpinang,28 Januari 2012




*

 



Negeri Topeng

 



Tanah air yang menjulang

Berjengah lengah bagai tulang

Membentang samudera

Tanah air bumi pertiwi

Meluas hijau disapu ombak putih

Menerjang nerjang membongkah pondasi

Dulu indonesia dikenal dengan sebutan

Gemah ripah loh jinawi

Yang kental akan adat ketimuran

Bergelantungan memanjang kelu

Di sepanjang jajaran sawah

Mengucur keringat mengais beras

Dalam teriknya yang menyengat

Hidup berpuluh puluh tahun

 

 

Disana !

Ada manusia hidup

Paruh setengah baya

Berjalan tukas menapaki trotoar

Banyak daki terkepul lusuh

Wajah yang kumal

Bau busuk dimana mana karna tak mandi

Tengadah ulurkan tangan

Hanya bisa meminta hasil

Seribu perak pun kau enggan

Apalagi berkeping uang merah

Mungkin bisa depresi





Disana !

Ada manusia hidup

Tak tentu mengarah berputar

Melingkari bundaran

Duduk menoleh beribu manusia yang bersandar

Di perempatan jalan

Menyandang koran yang kusut kisut

Dengan bermacam wajah tak seri

Memaksa selaksa kehausan

Dalam sebungkus nasi hari ini

Pun belum mendiami perutnya

Berkicau bersahutan cacing cacing kecil

Pilu tak gentar

Tak perduli pada orang

 



Disana !

Pada kota kota besar

Berkerumun anak anak kumuh

Sungguh lusuh wajah hitam meredam

Terderam matahari

Kuku kuku hitam berdekil  ingin

Muntah yang melihatnya

Hidup seorang diri

Mencari rongsokan gelas plastik

Mengais kaleng mencari sisa nasi

Di padang sampah

Telapak kaki hitam berderu bersama jalan

Aspal

Menyeret gerobak simpang siur

Berjalan tiada henti

Keringat yang bulat bulat

Berlinangan deras melewati pipi

Letih pun tak kau hiraukan

Selayaknya bisa mendapatkan

Pendidikan

 



Orang orang besar tak lagi perduli

Dengan siapa mereka hidup

Menuntun jalan bersama mobil mewah

Tegap berjalan dalam balutan

Jas jas hitam megah nan gagah

Sepatu kilap tersilau

Wangi pun sungguh bukan main

Harummu semerbak terkesibak

Tak pernah kah kau fikirkan

Orang orang kecil di sekitarmu

Padahal kau tenar tenang duduk

Di dalam ruangan ber ac

Kursi yang empuk

Bukan sembarang orang justru

Dari rakyat kecil kau terpilih

Pejabat pejabat tinggi

Hingar bingar menggeluti setumpukan

Uang negri





Perut buncit bagaikan king kong bandit

Tak ingatkah kau yang memakan habis tak bersisa

Menindas tersedak tak mengingat tanggung jawab

Jika aku orang kaya

Kulepas habis kering pada manusia kecil

Agar dapat hidup selayaknya

Mungkin tuhan murka

Karna sang pejabat tak lagi menjadi

Orang yang bijak

 

Tanjungpinang,7 Maret 2012 saat kacau

 

 

*

 

Biodata :

A.Kohar Ibrahim


Nama lengkap : Abdul Kohar Ibrahim
Nama pelukis (tandatangan karya lukis) : Abe

Lahir 1942 di Jakarta, Indonesia.

*

Menerima Pendidikan SR--SMA di Jakarta, berkelanjutan di Akademi Bahasa dan Sastra Indonesia MULTATULI (Jakarta).

Mulai menulis di ruang remaja Indonesia Muda koran Bintang Timur. Sebagai cerpenis sejak cerpen pertama berjudul « Ayah » dimuat Bintang Minggu (Bintang Timur edisi Minggu) tahun 1959. Jadi kulitinta dan pekerja dapur di Harian Rakyat dan Harian Rakyat Minggu juga Majalah Sastra dan Seni Zaman Baru pimpinan Rivai Apin dan S.Anantaguna.

Pada tanggal 27 September 1965 terpilih sebagai anggota Delegasi Pengarang Indonesia – bersama Aziz Akbar, Z. Afif, Sukaris, Kusni Sulang untuk menghadiri perayaan Ultah Ke-XVI berdirinya RRT di Beijing serta peninjauan seni-budaya.

Musim panas tahun 1972 meninggalkan RRT atas kemauan sendiri, bersama beberapa kawan, membelah benua dengan keretapi Trans-Siberia via Moskow dan Berlin hingga sampai di ujung Eropa Barat.

 

Di Brussel Belgia, kesempatan melanutkan pendidikan Seni Rupa di : Académie Royale des Beaux-Arts de Bruxelles, Brussel, Belgia.

Alamat:
Belgia : Bruxelles, Belgique.
Indonesia : Batam ; Jakarta, Ciputat Tangerang Selatan, Indonesia.

.
Penghargaan / Diploma:
(1) Brevet d'Exellence & Diplôme de Fin d'Etude de l'Académie Royale des Beaux-Arts de Bruxelles (1975, 1979).
(2) Prix de Gouden Pluim (Spectraal, Gent, 1981).
(3) Médaille d'Argent du Mérite Artistique Européen (Coxyde, 1987).
(4) Médaille d'Argent de l'Académie Internationale des Arts Contemporains et Diplôme d'Officier (pour reconnaître et protéger sa valeur artistique) 1986.
(5) Médaille d'Or (1987) et Médaille de Platine de l'AIAC (Enghien, 1988).

Biodata. Bibliographie :
(1) Media Massa, antara lain : Le Soir, La Lanterne, La Dernière Heure, L e Pourquoi Pas ? Le Jalon des Arts, Gazet Van Antwerpen, Het Laste Nieuws, De Autotoerist, Sontags Kurier, Cellerche Zeitung. Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, Harian Sijori Pos, Harian Batam Pos, KB Antara dan media online: SwaraTV, DepokMetroNet, CybersastraNet, CimbuakNet. Sedangkan buku-buku dan kamus yang memuat biodata, antara lain :
(2) Spectraal Kunstkijkboek VI, éd. Spectraal, Gent 1984.
(3) 50 Artistes de Belgique, par Jacques Collard, critique d'art, éd.
Viva Press Bruxelles 1986.
(4) Art Information, éd. Delpha, Paris 1986.
(5) Who's who in Europe, éd. Database, Waterloo 1987.
(6) Who's who in International Art, international biographical Art dictionary, éd. 1987-1996, Lausanne, Suisse.
(7) Dictionnaire des Artistes Plasticiens de Belgique de XIXe et XXe Siècles – Editions Art in Belgium 2005.

(8) Artis Peintre Abe Alias A.Kohar Ibrahim dan Karya Lukisnya oleh Lisya Anggraini, Batam, Indonesia 2005.

Exposisi :
Sejumlah eksposisi individual maupun kolektif. Antara lain : Galerie Hendrik De Braekeler (Antwerpen, 1977). Galerie Rik Wauters (Bruxelles, 1977). Galerie Van de Velde (Gent, 1979). Les Arts en Europe (Bruxelles, 1979). Galerie APAC (Schaerbeek, Bruxelles, 1980). Mérite Artistique Européen (Coxyde, 1980, 1987, 1990). Galerie Escalier (Bruxelles, 1980). Spectraal (Gent, 1981). Galerie Gouden Pluim (Gent, 1982). Galerie Erasme (Anderlecht, 1983, 1990). Galerie Schadow (Celle, RFA, 1986). Europa Bank (Gent, 1987, 1988, 1990). 50 Artistes de Belgique (Bruxelles, 1986). A.I.A.C. (Enghien, 1987). Spectraal (Nieuwpoort, 1988). Galerie Het Eeuwige Leven (Antwerpen, 1993). De Kreiekelaar (Schqerbeek 1997). Parcours d'Atistes (Commune de Schaerbeek, 1998). En Modus Vivendi (Oude Kerk, Vichte, 2003). Galeri Novotel (Batam, Kepri, 2004). Museum Haji Widayat (Magelang, Indonesie, 2004). Galeri Novotel (Batam, Kepri, 2006). Ruang Expo Balaikota Hotel Communale de Schaerbeek, Brussel 2007. Guilliaum & Caroline Gallery, Bruxelles 2008.

Sebagai Penulis:
Sebagai penulis, A. Kohar Ibrahim mulai banyak menulis prosa dan puisi serta esai atau kritik sastra dan seni sejak akhir tahun 50-an di beberapa media massa Ibukota, antara lain Bintang Timur, Bintang Minggu, HR Minggu, Warta Bhakti dan Zaman Baru.
Setelah Era Reformasi, berkas-berkas karya tulisnya ada yang disiarkan di media massa cetak dan online. Anatara lain : Minggu Pagi, Kedaulatan Rakyat, Pikiran Rakyat, Sinar Harapan, Harian Sijori Pos, Harian Batam Pos, Majalah Gema Mitra, Majalah Budaya Duabelas (Penerbit : Dewan Kesenian Kepri), Cybersastra, Depokmetro.com, Swara.tv, Bekasinews.com, Art-Culture Indonesia, Multiply.

Dari tahun 1989-1999, selama sedasawarsa mengeditori terbitan yang tergolong pers alternatip, terutama sekali berupa terbitan Majalah Sastra & Seni « Kreasi » ; Majalah Budaya & Opini Pluralis « Arena » dan Majalah Opini « Mimbar ».

Sejumlah esai budayanya yang dibukukan, antara lain : "Sekitar Tempuling Rida K Liamsi », telaah buku kumpulan puisi Rida, terbitan Yayasan Sagang, Pekanbaru 2004. « Identitas Budaya Kepri », terbitan Dewan Kesenian Kepri, Tanjungpinang 2005. « Kepri Pulau Cinta Kasih », karya bersama Lisya Anggraini, Yayasan Titik Cahaya Elka, Batam 2006. Berkas-berkas esai seni dan sosio-budaya lainnya berupa : « Catatan Dari Brussel : Dari Bumi Pijakan Kaum Eksil », « Sekitar Tembok Berlin :  Lagu Manusia Dalam Perang Dingin Yang Panas » ; « Hidup Mati Penulis & Karyanya : Polemik Pramoedya-Lekra vs Manikebu » ; « Sekitar Aktivitas Kreativitas Tulis Menulis Di Luar Garis », dan lainnya lagi.

Buku dan atau kumpulan tulisan bersama berupa kucerpen dan kupuisi, antara lain : Kumpulan cerpen « Korban » , penerbit Stichting Budaya, Amsterdam, 1989.

Kumpulan puisi « Berkas Berkas Sajak Bebas », penerbit Stichting Budaya, Amsterdam, Kreasi N° 37 1998.

Kumpulan esei bersama : « Lekra Seni Politik PKI », Stichting Budaya, Amsterdam, Kreasi N° 10 1992.

Kumpulan sajak bersama : « Puisi », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 11 1992.

Kumpulan esei bersama : « Kritik dan Esei », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 14 1993.

Kumpulan cerpen bersama: « Kesempatan Yang Kesekian », Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 26 1996.

Kumpulan sajak bersama :  « Yang Tertindah Yang Melawan Tirani » I, Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 28 1997.

Kumpulan sajak bersama : « Yang Tertindas Yang Melawan Tirani » II, Stichting Budaya Amsterdam, Kreasi N° 39 1998.

Kumpulan sajak : « Di Negeri Orang », penerbit Yayasan Lontar Jakarta & YSBI Amsterdam, 2002.

Kumpulan tulisan bersama: Antologi Puisi Cerpen Curhat Tragedi Nasional 1965-2005, penerbit Sastra Pembebasan & Malka, 2005.

Kumpulan esai bersama : « Identitas Budaya Kepri », penerbit Dewan Kesenian Kepri Tanjung Pinang 2005.

Novel : « Sitoyen Saint-Jean – Antara Hidup Dan Mati », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008.

Kumpulan esai : « Sekitar Polemik Pramoedya-Lekra vs Manikebu », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.

Kumpulan puisi : « Untukmu Kekasihku Hanya Hatiku », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.

Kumpulan cerpen bersama Lisya Anggraini : « Intuisi Melati », penerbit Titik Cahaya Elka, Batam, 2008-09.

 

Yang belum atau dalam perencanaan untuk dibukukan : Berkas berkas naskah kumpulan esai seni budaya, kumpulan cerpen, kumpulan puisi, Nota Puitika (sebanyak 500-an) dan lain sebagainya lagi.

Simak : Kumpulan Kumpulan Tulisan. Yang melengkapi Biodata ini.

 

Lebih lengkap bisa disimak-lacak di beberapa situs, antara lain, sebagai berikut :

ABE-Kreasi Multiply Site : <http://16j42.multiply.com/journal/item/635/tag/biodata/>;

<http://painting.multiply.com/tag/abekreasi>

http://artscad.com/@/AKoharIbrahim/

 

Catatan : Nama asli, alias dan samaran.  Sejak mulai melakukan kegiatan tulis menulis medio tahun 50-an, sebagai tanda-tangan digunakan nama asli A. Kohar Ibrahim atau lengkapnya : Abdul Kohar Ibrahim. Tanda-tangan untuk semua karya lukis : Abe. Sedangkan nama samaran atau pen-name : Aki, A. Brata Esa,  Rahayati, Bande Bandega,  DT atau Dipa Tanaera.***

Biodata ini melengkapi karya tulis AKI, terutama bagi pembaca yang belum mengenalnya, dan untuk pemerhati yang ingin mengetahui jejak langkah aktivitas-kreativitas A.Kohar Ibrahim.(AKI) ***





hampala
Add a Comment
   




Copyright 2012 Multiply, 6001 Park of Commerce Blvd, Boca Raton, FL
Stop e-mails, view our privacy policy, or report abuse: click here



--
Soni
dian_wiryatmo@yahoo.Co.Id


http://ceremende.blogspot.com/

No comments:

Post a Comment