From: hernowo hasim
Bermimpilah Seperti Arai, Ikal dan Jimbron...
Kompas.com, Minggu, 6/12/2009
SUTRADARA: Riri Riza, PRODUSER: Mira Lesmana, PENULIS SKENARIO: Salman Aristo, PEMAIN: Zulfany (Ikal kecil), Vikri Setiawan (Ikal Remaja), Lukman Sardi (Ikal Dewasa), Ahmad Syafullah (Arai remaja), Ariel "Peterpan" (Arai dewasa), Azwir Fitrianto (Jimbron remaja), Mathias Muchus (Seman Saidi Harun), Nugie (Pak Balia), Landung Simatupang (Mustar), Maudy Ayunda ( Zakiah Nurmala).
"Kalau kita tak punya mimpi, orang-orang seperti kita akan mati, Kal!"
Manggar 1985. Ucapan itu terlontar dari seorang anak yatim piatu dari kampung miskin di Belitong, kepulauan Bangka Belitung, sana. Arai (Ahmad Syafullah), anak remaja itu, adalah anak istimewa. Dialah sang pemimpi. Ketika kemiskinan menjadi napas kehidupannya, tekad Arai tak pernah redup. Ia menjadi cahaya, ketika Ikal saudara angkat yang juga sabahat barunya, kehilangan mimpi, tatkala dibenturkan pada peristiwa-peristiwa nyata: Kemiskinan.
Tapi itulah hebatnya Arai. Ia selalu punya mimpi yang menggelora dan tak terbendung. Ya, mimpi seorang anak Belitong, yang bercita-cita menginjakkan kakinya di kota ilmu. Sorbonne, Perancis.
Kota inilah yang terus menari-nari dalam benak mereka, menyalakan semangat Arai dan juga Ikal.
Tapi lihatlah kini. Impian itu seolah jadi bualan bagi Ikal dewasa (Lukman Sardi). Kalender menunjukkan tahun 1999. Ikal malah terdampar di sebuah rumah kosan sempit, di kawasan kampung yang padat di Bogor, Jawa Barat. Ia menjalani hari-harinya seorang diri. Tak ada Arai juga mimpi-mimpi itu.
Selepas lulus menjadi sarjana ekonomi di UI, Ikal malah terperosok menjadi pegawai di kantor pos. Padahal, inilah pekerjaan yang sangat dibencinya.
Peristiwa masa lalu yang menyakitkan, melahirkan kebencian itu. Ayahnya, Seman Saidi Harun (Mathias Muchus), dipromosikan untuk naik jabatan, setelah belasan tahun mengabdi di PN Timah. Kabar itu begitu menggembirakan Ikal dan ibunya (Rieke Dyah Pitaloka).
Pada sebuah hari yang dinanti itu, semua pegawai yang mendapatkan promosi jabatan berkumpul di ruang pertemuan. Menerima surat yang telah dikirim melalui kantor pos. Ikal hadir menemani ayahnya.
Satu persatu nama mereka disebut sesuai urutan abjad.
Sial, hingga abjad terakhir nama Saidi tak disebut-sebut. Saidi kecewa dan Perasaan Ikal begitu terluka. Belakangan diketahui ternyata surat promosi pengangkatan ayahnya itu, nyasar ke alamat orang.
Kisah inilah, yang kembali mengelitik ingatan Ikal dewasa. Sebuah kenangan lama kembali muncul di ruang kamar kosannya yang lusuh. Ia mengumpat Arai yang terlalu membuainya dengan mimpi-mimpi dan kini dia malah hilang entah ke mana. Tapi di balik itu, Ikal begitu mengaguminya.
Ingatannya meloncat mengenang kembali pertemuan pertamanya dengan Arai dan Jimbron. Mereka tumbuh bersama menjalani masa remaja—yang kata Raja Dangdut Rhoma Irama—begitu berapi-api.
Menjalani hari-hari sebagai siswa SMA Negeri di Manggar, ibukota Belitung Timur. Selepas itu, mereka bekerja demi mengumpulkan uang untuk bekal sekolah ke Jakarta, kemudian menggapai mimpi mereka bersekolah di Sorbonne. Bagi Ikal, masa inilah yang menjadi tonggak hidupnya. Ia bersyukur dipertemukan dua sahabat yang luar biasa, terlebih Arai.
Di mata Ikal, Arai adalah anak yang tangguh. Meski kadang suka bikin ulah, ia adalah sosok pribadi yang menyenangkan. Ia bisa menyulap sesuatu yang busuk menjadi lebih menyenangkan.
Di Manggar, kisah itu terasa begitu indah. Perjalanan menuju masa remaja menjadi hidup yang menyenangkan. Ada cinta, persahabatan, petualangan juga proses pencarian jati diri.
Deretan kisah inilah yang menjadi benang merah dari film "Sang Pemimpi", sekuel dari film "Laskar Pelangi" yang kisahnya diangkat dari novel karya Andrea Hirata dan difilmkan kembali oleh sutradara Riri Riza.
Jika di film sebelumnya, "Laskar Pelangi" menyisipkan kisah cinta monyet Ikal, kali ini bumbu asmara itu ditempatkan pada tokoh Arai. Ia terpikat teman wanita sekelasnya, Zakiah Nurmala (Maudy Ayunda). Atau juga, kisah Jimbron yang jatuh hati pada Nurmi, gadis pembuat cingcau, yang kehilangan keceriaannya setelah menjadi yatim piatu. Sementara Ikal, terpesona dengan bintang film seksi dari sebuah Baliho yang bakal diputar di bioskop Manggar.
"Sang Pemimpi", film yang menandainya hajatan Jakarta International Film Festival (JIIFFest) 2009, juga menyisipkan sebuah pesan moral yang dalam, tentang kerukunan dan tolerasi beragama.
Gambaran inilah kuat tercermin dalam adegan saat pendeta Geovanny, orang tua asuh Jimbron, menginginkan Jimbron menjalani keyakinannya sebagai anak muslim yang taat. Pendeta Geovanny lah yang mengantar Jimbron saat belajar ngaji di di bawah bimbingan Teikong Hamim.
Sungguh kisah yang dahsyat. Salman Aristo, kembali dipercaya meramu novel Andrea Hirata, dibantu Riri dan Mira. Arai menjadi tokoh sentral. Meski, banyak tokoh lainnya yang juga diberi porsi yang begitu menonjol. Mereka adalah orang-orang yang member energi terhadap tokoh Arai dan Ikal.
Mathias Muchus, yang memerankan ayah Ikal, mendapat takaran lumayan besar. Ini untuk memberi penekan bahwa di balik kesuksesan Ikal, ada sosok ayah yang begitu gigih menjadikan anaknya tangguh dan menghargai hidup. Akting Mathias Muchus benar-benar memberi energi pada film "Sang Pemimpi".
Acungan jempol juga pantas diberikan kepada penyair dan aktor Landung Simatupang. Aktingnya begitu mumpuni kala memerankan tokoh Pak Mustar, kepala sekolah yang berwibawa, tegas, meski terkesan sangar dan killer. Begitu pula dengan Nugie, penyanyi yang dipercaya memerankan tokoh guru bernama Balia.
Ariel "Peterpan" meski tampil di ujung cerita, menjadi semacam gong. Suka atau tidak suka, aksi Ariel memang paling ditunggu. Pesonanya sebagai seorang bintang lengkap dengan ketenarannya, memberi bobot pada penampilan pertamanya kali ini.
Barangkali inilah kekuatan dari film "Sang Pemimpi", ketika sebuah alur cerita yang kuat didukung berbagai elemen pendukung yang pas, baik dari segi pengadegan, soundtrack film, gambar-gambar yang apik, maka hasilnya pun terasa makyus… (Eko Hendrawan Sofyan)
No comments:
Post a Comment