Wednesday, September 26, 2012

Terpulang pada apakah warga mau atau tidak

Mungkinkah?

Senin, 04 Oktober 2010 | 12:06 WIB

TEMPO Interaktif, Perserikatan Bangsa-Bangsa menetapkan tema "Better City, Better Life" atau "Menuju Kota dan Kehidupan Lebih Baik" sebagai tema peringatan Hari Habitat Dunia tahun ini. Lebih dari separuh penduduk dunia (dan Indonesia) kini bermukim di kota, dan perhatian terhadap kota harus semakin serius. Tema ini merupakan tantangan bagi pengampu dan warga kota untuk berintrospeksi kritis terhadap keadaan kota masing-masing, terutama bagi kawula muda yang adalah pemilik masa depan kotanya. Pilihan tema juga hendak mengingatkan bahwa mutu di banyak kota masih jauh dari layak. Sebelum membahas keadaan kota di Indonesia, ada baiknya melihat keadaan beberapa kota dunia agar paham makna better city.

Kota New York dikagumi banyak orang, dan banyak orang merasa nyaman bila tinggal di sana. Namun di balik gemerlap New York tersimpan Harlem, yang terkenal sebagai daerah dengan tingkat kejahatan yang tinggi. Di London, kawasan seperti Harlem tak ada. Tetapi, di balik keayuan Paris, ada Sarcelles yang memikul kebobrokan Paris, yang terkenal sebagai kawasan perumahan dengan tingkat kemiskinan dan kejahatan tinggi. Sedangkan Amsterdam punya kawasan Bijlmermeer, yang punya reputasi sebagai pusat perampasan (<I>mugging<I>).

Uraian di atas menunjukkan bahwa kota negara maju tidak kebal dari tumbuhnya permukiman bermasalah, sehingga belum menjadi better city. Kota besar di Asia menyimpan perumahan kumuh dengan skala berbeda-beda. Pilihan Shanghai sebagai tempat peringatan Hari Habitat Dunia bukan tanpa dasar. World Expo Shanghai sudah bertema sama, karena membuktikan kota tersebut layak disebut sebagai kota dengan kehidupan warga yang lebih baik. Pembangunan sisi timur Sungai Huangpu Shanghai (kawasan Pudong) adalah untuk abad ke-21, dan kota lama (di sisi barat) dilestarikan agar tidak kehilangan kekhasan sebagai kekuatan daya saing.

Banyak kota Indonesia dibelah sungai, tetapi pembangunannya amburadul. Contohnya Kota Samarinda. Pembangunan di kedua sisi Sungai Mahakam sulit membuat kota menjadi lebih baik, karena lalu lintas selalu macet, dan tempat itu banjir, kotor, serta berisiko tanah longsor (bukit dikepras), dan sebagainya. Kalau begitu, bagaimana syarat menuju kota dan kehidupan yang lebih baik?
 
Kawasan ganas seperti diuraikan di atas memang tidak ada di kota kita. Namun keadaan kota dan kehidupan lebih baik juga tidak mudah ditemukan. Kawasan besar rumah susun di Palembang awalnya dianggap maju, namun kini menjadi bagian kota yang paling kumuh dan belum jelas penanganannya. Jakarta sulit menjadi lebih baik, sebab bergerak di lalu lintasnya sulit, banjir makin sering datang, dan ada ancaman kota ini akan tenggelam. Mutu lingkungan dan ruang terbuka hijau (RTH) Jakarta sulit dibanggakan.

Di balik itu, pada awal 1990-an, sudah ada Kota Kuala Kencana (Papua) yang berstandar lingkungan dunia. Di Kota Kuala Kencana, hutan tropis khas Papua terjaga baik, air dapat diminum langsung dari keran, tak ada usikan nyamuk, lalat, kecoa, atau tikus. Kota dikelola memakai Geographic Information System dan dibangun dengan sistem utilitas bawah tanah, drainase, dan sewerage. Di samping Kuala Kencana, sudah ada kota (metropolitan) yang masuk kategori "Better City and Better Life": Kota Surabaya.

Saat berkampanye, calon Wali Kota Surabaya menawarkan tema "Kota yang Lebih Baik". Ini dijabarkan pada pengembangan potensi "Cerdas, Manusiawi, dan Ekologis" (Smart, Humane, Ecological atau SHE). Yang cerdas adalah warga, cara bekerja, dan kehidupan berkota. APBD menganggarkan 32 persen (Rp 1,3 triliun) bagi pendidikan. Anak wajib sekolah. Lurah bertugas menemukan anak yang tidak bersekolah dan mencari penyebab serta penyelesaiannya. Tidak ada lagi gedung sekolah dasar dengan kualitas kurang baik. Tidak ada dua sekolah dengan desain yang sama setelah pemerintah kota menggalang arsitek muda untuk merancang perbaikan sekolah. Pelayanan publik dilakukan melalui fasilitas on-line, seperti pembaruan KTP. Fasilitas Internet ada sampai tingkat RW, dan komputer disediakan oleh pemerintah kota. Banyak taman dilengkapi hot-spot  gratis, dan air siap minum. Penerangan umum mulai dirintis menggunakan tenaga surya.

Humane atau manusiawi mengandung unsur potensi ekonomi agar warga tidak berjiwa mengemis, dan terdidik. Kota menyediakan ruang untuk mengaktualisasi kreativitas warga muda agar mereka dapat mengembangkan diri. Unsur manusiawi lain adalah tempat tinggal layak dengan aspek ekonomi penghuninya. Ini tercapai dari Program Kampung Unggulan (kelanjutan program KIP--Kampung Improvement Program), yang dilengkapi cluster PKL (pedagang kaki lima, yang sebagian besar orang luar kota) dan pasar rakyat agar usaha membaik tanpa mengganggu ketertiban umum. Trotoar didesain dengan baik dan bebas PKL, termasuk penyediaan <I>ramp<I> (jalan melandai) agar penyandang cacat nyaman menyeberang.

Menjadikan kota ekologis tidak berhenti saat luas RTH kota sudah mencapai 30 persen (10 persen penyediaan hijau oleh swasta) atau lebih. Kota dengan kampung lama dilestarikan dan dikembangkan, kalau perlu sebagai cagar budaya. Bagi kota pantai, perlu hutan mangrove, bila perlu sampai 2.000 hektare dengan puluhan spesies flora dan fauna. Agar udara lebih nyaman dan banjir berkurang, waduk-waduk kecil dibangun di bagian atas kota agar tidak membebani sistem drainase, sekaligus memperbaiki air tanah dan menciptakan iklim mikro yang nyaman serta mendukung wisata alam. Pembangunan hutan kota akan memperkaya urban biodiversity serta singgahan fauna.

Upaya mencapai better city dapat terwujud setelah warga dan pengusaha swasta terlibat. Prinsip community-based development berlaku bagi pembangunan kota, dan hasil akhirnya adalah warga yang bermartabat. Saat pemilihan wali kota di Surabaya, sama sekali tak ada demo, walaupun sempat terjadi protes ke Mahkamah Konstitusi. Visi Surabaya adalah "Kota yang Lebih Baik" dan kini dipimpin perempuan, hal pertama pada tingkat kota metropolis. Mencapai kota dan kehidupan yang lebih baik tidak tergantung ahli dari luar atau dana berlimpah. Sudah banyak contoh kota yang mendukung kehidupan yang lebih baik bagi warga kota. Terpulang pada apakah warga mau atau tidak, terutama generasi muda sebagai ahli waris. *

http://www.tempointeraktif.com/hg/kolom/2010/10/04/kol,20101004-254,id.html

No comments:

Post a Comment