Wednesday, April 4, 2012

Wong Medan Jalan Jalan




From: A.Syauqi Yahya

Cerita dari Batu-batu Tua di Borobudur
Traktor Lubis REP | 03 March 2011 | 09:46 467 21





7 dari 8 Kompasianer menilai inspiratif
________________________________

.

.

Sebenarnya perjalanan dimulai dari Medan ke Surabaya.  Dari Surabaya, saya sempat singgah ke Malang, dan mampir melihat lihat peninggalan kerajaan Ken Arok, Candi Singosari.

.

Candi Singosari

.

.

Ada banyak hal unik dari candi berukuran kecil ini.  Arca penjaga candi yang dikenal dengan Dwarapala sama sekali berbeda dengan penjaga di candi candi lain.  Hal ini karena gada yang dipegang kedua raksasa dwarapala tersebut menghadap ke bawah.

Mengamati kondisi candi saat ini, bisa dikatakan terawat cukup baik.  Hanya memang sudah tidak utuh lagi kondisinya.  Kemudian yang cukup menarik adalah jelas terlihat bahwa candi ini bukan candi yang sudah jadi.  Mengamati ukiran ukiran di tubuh candi, terlihat bahwa candi diukir dari atas ke bawah.  Pada bagian atas, kelihatan banyak ukiran ornamen yang sudah selesai dipahat.  Lalu di bagian tubuh candi, terlihat sebagian sudah selesai, sementara di bagian kaki candi kelihatan polos.

Dugaan bahwa pembangunan candi ini tidak pernah selesai semakin kuat dengan apa yang dituliskan di kitab Negara Kertagama dan Prasasti Gajah Mada tahun 1351 M yang ditemukan di halaman kompleks candi.  Dikatakan bahwa candi ini merupakan tempat 'pendharmaan' bagi raja Singasari terakhir, Prabu Kertanegara yang mangkat akibat diserang penghianat Jayakatwang.  Jadi besar kemungkinan proses pembangunan candi ini terhenti, karena kerajaan yang masih belum stabil, sampai berlanjut ke era baru, masa kerajaan Majapahit.

Seumur hidup ini pengalaman pertama saya melihat langsung candi.  Dan candi Singosari adalah perkenalan yang sangat tepat. Saya melihat ciri ciri candi Hindu yang sangat kuat di candi ini.  Terutama pada arca arca yang terlihat dan sisa sisa Lingga Yoni.

.

Surabaya - Jogya

Perjalanan dari Surabaya ke Yogyakarta berlangsung amburadul.  Supir yang membawa saya adalah supir dari Surabaya yang sama sekali belum pernah nyetir sendiri ke Jogya.  Sempat 2 kali salah arah, mutar balik, melewati kawasan yang banyak rusanya.  Saya tahu karena sempat berhenti di sana ngopi dan ngaso.  Kemudian sempat juga singgah makan di Rumah Makan Asmuni.

Hehehehe, iya rumah makan Asmuni yang dari Srimulat itu.  Di dalam RM lumayan besar namun sederhana itu, terpampang wajah Asmuni yang ramah.  Satu hal yang membuat saya tertawa adalah MENU.  Benar, salut pada Almarhum, yang masih bisa membuat orang tertawa.  Menu yang saya baca benar benar kreatif.  Karena dituliskan seperti ini, misal yah….:

Nasi Gorenge

Coca Colae

Soto Babate

dll

Disepanjang jalan Surabaya - Jogya ini juga saya sempat belanja ukiran pintu pintuan kayu segede kira-kira 1,5 x 1 m.  Dan, supir saya yang luar biasa alot nawarnya bisa melego ukiran gede itu hanya dengan Rp. 150.000,- Saya kaget.  Di Sumatera yang beginian bisa 1,5 juta.

Sampai di Jogya sudah kemalaman.  Nyari hotel dulu. Beberapa kali gak kebagian kamar, akhirnya ada tukang ojek yang menunjukkan hotel agak masuk dari jalan raya, nyaman, bersih dan murah.  Serta ada breakfast nya. Mantap!  Malamnya keluyuran di Maliaboro, minum kopi Joss. Bener bener joss, kopinya dicemplungin arang yang membara, hahahaha benar benar kreatif orang Jogya.  Salut.

Jadwal hari ini adalah Prambanan dan Borobudur.  Namun petugas hotel yang ramah mensugesti ke Parang Tritis dulu. Sayang kalau dilewatkan.  Saya suruh ngomong sama supir.  Saya mau ke Parang Tritis juga.  Ingat film Pasir Berbisik.  Ah, siapa tahu bisa ketemu Dian Sastro, hehehehehe

Ada kejadian lucu di Parang Tritis ini.  Nah, saya singgah di sebuah toko suvenir yang menjual makanan, diantaranya yang jualan sejenis anakan kepiting yang sudah digoreng.  Enak, rasanya gurih.

"Kenapa ini diletakkan disini…?" saya menunjuk sisir warna hijau yang ada di atas lemari kaca.

"Maaf pak… itu tadi dipakai anak saya nyisir…" si ibu yang jualan serba salah.

"Ini namanya penghinaan…." kata saya ngotot.

"Bukan pak, maaf…. kok bisa menghina, maaf bagaimana caranya ya…?' si ibu kebingungan.

"Lah… ini sisir kamu bisa pakai, saya tidak…." Saya menunjuk ke kepala plontos saya.  Pak Muji yang menemani sudah ketawa ngakak duluan.  Saya masih pasang tampang serem.  Si ibu melihat ke kepala saya takut takut…

Wakakakakakaka….."Bapak ini ada ada saja loh….. hahahaha" akhirnya si ibu tertawa juga.

Hasilnya, proses jual belinya jadi lebih enak.  Saya juga beli beberapa macam manisan warna warni.  Ada yang hijau, merah jambu, kuning… wuih rame warnanya…. Dan, dapat diskon karena kasus sisir.

.

Candi Prambanan

.

.

Ini candi paling rumit yang pernah saya lihat.  Area kompleks candinya sangat luas. Saya bahkan tak sempat ke gugusan Candi Sewu dan Ratu Boko.  Karena ngejar waktu agar tidak terlalu lama di Prambanan.  Rencanya akan langsung ke Borobudur setelah makan siang.

Saya masih terkagum kagum pada Candi yang antara lain dibangun oleh Rakai Pikatan ini.  Selama ini hanya melihat dari photo photo, kali ini Candi megah ramping indah dan rumit ini berdiri di hadapan saya.  Menjulang tinggi sangat besar dibandingkan candi Singosari yang saya lihat di Jawa Timur.

Dalam hati saya menjadi berpikir kembali pada teori bahwa Sri Wijaya yang membangun candi candi pada masa ini.  Bahwa pada masa itu, Jawa Sumatera memang tidak terpisah seperti sekarang.  Mengingat kerajaan Mataram Hindu bukanlah kerajaan yang teramat besar.  Malah boleh dibilang kerajaan Agraris ini seperti sebentuk kerajaan elit yang berkuasa di Jawa.  Lalu campur tangan wangsa Sailendra yang juga berkuasa baik di Mataram Kuno maupun di Sriwijaya.

Saya teringat bagaimana Samaratungga dari wangsa Sailendra membangun  candi Borobudur.  Setelah mangkat raja ini bermaksud meneruskan tahta pada Balaputeradewa.  Namun putrinya Pramodyawardani yang seperti ayahnya serta keluarga wangsa Sailendra yang beragama Buddha Mahayana, kemudian diketahui menikah dengan Rakai Pikatan dari wangsa Sanjaya yang beragama Siwa.

Simpang siur sejarah masih ragu dalam menapsirkan hal ini.  Namun melihat betapa banyaknya candi di kompleks ini. 8 candi utama dengan lebih dari 250 candi candi kecil, segala kemungkinan teori bisa terjadi.  Namun pendapat populer akan hal ini adalah, candi megah ini dibangun oleh Rakai Pikatan, raja dari Wangsa Sanjaya pendiri kerajaan Medang yang juga dikenal dengan nama Mataram kuno (Hindu).

.

Satu yang agak mengganjal di hati saya adalah, pas beekunjung ke sana, Candi Utama yang paling besar, belum boleh dimasuki pengunjung, kabarnya masih dalam tahap renovasi akibat Gempa terakhir yang melanda Jogya. Jadi saya melihat dari gundungan pondasi candi terdekat yang disekat dengan pagar kawat.  Baik untuk kelestarian candi.

Dan, muter muter keliling keliling di area seluas itu, membuat perut sangat lapar.  Sejuknya hembusan angin dari sela sela pepohonan yang memang banyak di area ini, memaksa saya untuk singgah makan dulu.  Saya dan pak Muji masuk ke restauran indah di dalam kompleks candi Prambanan.  Puas dengan  koleksi koleksi oranamen dan hiasan khas Jawanya.  Serta hidangannya yang memang enak. Di bawah ini pernik unik lucu cantik, wayang golek dalam ukuran mini yang ditata sangat artistik.

.

.

Candi Borobudur

.

.

Mulanya aku membaca, kemudian aku ngobrol dengan Ilham…. Lalu perjalanan ke Borobudur, dengan buku di tanganku 'Si Cacing dan Kotoran Kesayangannya' benar benar membuat perjalanan ke candi ini menjadi tak terlupakan.

Sebenarnya ada niat untuk singgah dulu di candi Mendut dan Pawon sebagai rute menuju Borobudur.  Namun apa daya, jam tangan saya sudah menunjukkan hampir pukul 3.00 WIB.  Kalau tidak mau kemalaman lagi, karena harus langsung tembak ke Solo, saya dan pak Muji memutuskan langsung zinggg…. ke Borobudur.

.

Perjalanan spritual terjadi di sini.

Melihat sosok candi paling gede di dunia yang bernama Borobudur yang letaknya kurang lebih 45 km dari Jogya. Sebagai Buddhis, tak perlu malu saya mengakui, selama ini entah kenapa asal ke Jawa aku melewatkannya. Mungkin jodoh mempertemukankan dengan isi kepala ini, yang akan segera kusampaikan.

Demikianlah,  Borobudur yang berdiri gagah… tampan dengan panampilan tua dan berwibawah. Tak kuasa aku menahan haru. Ini karya bangsa yang paling indah yang pernah kulihat. Tak sanggup kututurkan kembali, anda sudah melihat sendiri.  Aku akan menceritakan hal hal spritual saja.  Wisata ke Borobudur, wisata religi bagi saya.

Masuk ke ritual agamaku. Melangkah menyusuri lorong lorong relief searah jarum jam yang disebut pradaksina. Aku melakoninya. Perjalanan ini religius bagiku. Mungkin tidak dirasakan bagi umat lain yang tumplek blek di candi megah ini. Namun setiap agama ada tradisi ziarah religiusnya.

Lorong pertama, hmmmm ternyata tidak seindah bila kulihat dari jauh. Banyak patung tanp

No comments:

Post a Comment