Sunday, January 10, 2010

Informasi Dari Batam Kepri: Buku Novel Sitoyen Saint-Jean Antara Hidup Dan Mati





INFORMASI KREASI DARI BATAM KEPRI

Simak Jika Memang Terkesimak

 

SITOYEN SAINT-JEAN : ANTARA HIDUP DAN MATI

Novel oleh :  A.Kohar Ibrahim

 

Penerbit : Titik Cahaya Elka. Alamat: Anggrek Sari Blok F-6  N°12 B

Batam Center, Pulau Batam, Kepri

 

Diterbitkan pertamakali : November 2008

ISBN 987-979-25-8704-3

 

Ukuran : 10x18 cm Tebal : 172 halaman. Editing : Lisya Anggraini

Desain kulit & isi buku : Mahfut Azhari dan Wahyu Hudaya

 

*

 

ISI

Pengantar Penerbit

Sepatah Kata Hudan Hidayat

 

*

I

SITOYEN :

Sabtu 29 Maret

Pasalnya

Se-Juni

Hidup

Apa Lagi

Selain Itu

 

II

SERVIS URGEN :

Rabu Sore

Darah

Malam Panjang Servis Urgen

 

III

BIDADARI BIDADARA :

Makan

Sakit

Obat Pengobat

 

 

IV

 TEROWONGAN MAUT:

Kemenangan Hidup

Harapan

Terowongan Maut

Keharmonisan

 

*

Catkas tentang Penulis

Catkas: Keterangan

 

*

 

Dari Penerbit :

 

Novel Sitoyen Saint-Jean : Antara Hidup Dan Mati ini berkisahkan seorang anak manusia, salah seorang putera kelahiran Jakarta 1942 yang mencintai tanah tumpah darahnya, bangsanya, kebudayaannya dan tentu saja Negara Republik Indonesia yang diproklamirkan tanggal 17 Agustus 1945 oleh Bung Karno dan Bung Hatta. Namun setelah keberangkatannya pada 27 September 1965 ke Tiongkok kemudian terjadi Tragedi Nasional 1965, anak tunggal pasangan Ibrahim & Maemunah yang memiliki cita-cita dan ragam impian ini terpaksa menjadi salah seorang yang oleh mantan Presiden R.I. Gus Dur sebagai « kaum kelayaban » di Mancanegara alias kaum eksilan.

 

Bagaimanakah jejak langkah dan warna-warni jalur jelujur kehidupan anak bangsa yang lahir dan dibesarkan serta kiprah dalam perjuangan hidup sampai usia 23 tahun tapi lantas harus terpaksa jadi pengelana buana selama lebih dari empat dasa warsa ? Bagaimana dia menjaga cita dan cinta serta impiannya sejak masa bocah ? Bagaimanakah dia menjawab pertanyaan dan memaknai Hidup dan Kehidupan bahkan Kematian ?

 

Kiranya pembaca bisalah memahaminya dengan menyimak novel pendek ini – sebuah karya prosa yang tergolong bergaya realisme romantis malah biografis – dari awal sampai akhirnya.

 

Novel ini terdiri dari serangkum kisah dengan masing-masing judulnya sendiri dan sebagian besar bisa disajikan atau dibaca secara tersendiri seperti cerita pendek. Salah sebuah dari padanya berjudul « Terowongan » ; pernah dipasang di beberapa blog, seperti Abekreasi Multiply.com. Salah seorang pembaca yang mengapresiasinya tak lain adalah sastrawan Hudan Hidayat, yang atas seizinnya kami sertakan dalam buku ini.

 

Kepada Hudan Hidayat, atas kemurahan hatinya kami ucapkan banyak terima kasih. Sedangkan kepada pembaca yang berkenan kami persilakan. ***  (Penerbit)

 

*

 

Hudan Hidayat : Terowongan Kehidupan

 

cerita pendek ini menyapa hampir-maut dengan lembut sekali – nyaris sebuah kepasrahan dari seseorang yang telah sabar mengalami derita panjang, derita yang nampaknya bukan sekedar dalam makna pikiran, tapi derita pikiran dan derita fisik dari sebuah perjalanan hidupnya yang panjang.

 

saya adalah anak sejarah yang masa-masa lalu itu seolah sejarah itu sendiri. sejarah pahit yang gelap. hingga saat ini pun masih gelap. tak tahu apa yang terjadi sebenarnya.

 

ada pernah saya diberitahukan, bahwa karya sastra orang-orang lekra adalah tak lebih dari pamplet belaka. semua kata yang mengungkap peristiwa dan makna memuara ke satu arah : politik revolusi. sehingga cerita-cerita mereka, demikian sejarah itu memberitahukan, tak ada yang bermakna.

 

tapi waktu membaca pram, semua kesimpulan semacam itu pupus. apalagikah makna kalau kita berhadapan dengan cerita besar seperti bumi manusia itu misalnya.

 

lalu kini saya tertumbuk dengan sebuah cerita kecil hidup seseorang, yang dilambangkannya dengan terowongan. terowongannya, aduh, alangkah pas tanda ini untuk mengatakan hidup itu sendiri. hidup adalah terowongan panjang yang kita tak tahu ujungnya. sehingga berteriaklah orang seperti albert camus : absurd. dan karena absurd, aku memilih tak bertuhan saja.

 

tapi lihatlah cerita kohar ibrahim ini. tiap katanya adalah sapaan lembut kepada tuhannya. kata yang berlapis membentuk dan mencampur dari jenis kata yang sama, seolah menganya labirin, seolah memasuki dan terowongan kata itu sendiri.

seakan ia hendak berkata : sudah kulalui macam-macam terowongan fisik dan terowongan makna – seperti yang disebutkannya dengan mengutip beberapa cerita fiksi dari awal karangannya ini. lalu apa lagi yang harus kutakuti?

 

tentu saja takut bukanlah kata yang tepat. yang lebih tepat lagi asing. perasaan asing yang aneh seperti yang bolak-balik dikaitkannya dengan alat-alat medis agar ia selamat dari terowongan yang bernama operasi itu.

 

tapi dari cerita ini saya melihat sekali suatu ekspose dari manusia fakta dan manusia fiksi (yang lagi menuliskan ceritanya – seorang narator bernama aku) yang dengan terowongan itu seolah mengajak kita mengenang akan sepenggal kehidupan agar dari sepenggal kehidupan itu kita merenungkan apakah artinya dan apakah kesudahannya.

 

di ruang yang sangat kecil ini, perasaan itulah yang saya alami. mungkin kalau saya mengetik di ruang layar yang lebar komputer kelak beberapa denyar yang merasuki hati saya ini bisa saya elaborasi ke dalam detil-detil yang mungkin menjadi hak bagi peristiwa dan makna yang diletakkan, atau yang telah terjadi di sana.

 

saya kagum dengan cerita anda, bung kohar.

izinkan saya mengambilnya dan memasangkan ke blog saya. mungkin malam ini juga akan saya perluas untuk tulisan di milis-milis yang saya ikuti. bagi saya sebuah cerita adalah kebajikan hidup itu sendiri.

 

saya yang menggemari cerita ingin mengumpulkan sebanyaknya dan kalau bisa, menyuarakannya sebagai suara dari kehidupan itu sendiri. kehidupan yang penuh warna-warni dari manusia yang mengalaminya sendiri. (hudan hidayat)

 

*

Catatan :

Para Peminat Silakan Hubungi Penerbit Atau Toko-Toko Buku:

Toko Buku Kharisma – Nagoya Hill, Batam

Toko Buku Panbil Mall, Batam

Gramedia DC Mall, Batam

Toko Buku Satu Tujuh Satu – Pekanbaru, Dumai, Tanjungpinang

 

*


No comments:

Post a Comment