Anak siapakah sebenarnya Sinta itu? Demikian A. Kosasih bertanya kepada Berita Buana.
Sementara orang berkata, bahwa Sinta adalah putra dari seorang bidadari Batari Tari atau Kanun isteri Rahwana. Apapun kata orang, tak mengurangi nilai bahwa Sinta menjadi titisan Batari Widawati isteri Wisnu.
Pada bulan ke-7 Kanun sedang "mitoni" kehamilannya, tiba-tiba gegerlah istana Alengka, karena bayi yang akan dikandung itu diramalkan oleh para pendeta yang hadir dalam pesta, kelak akan menjadi "isteri" Rahwana (ayahnya sendiri). Rahwana naik pitam. Ia bangkit dari singgasananya dan akan memenggal kepala Kanun, sebelum terlaksana tiba-tiba terkilas dalam otak Rahwana, pikirnya: "Ah, siapa tahu besok anakku cantik. Kalau begitu, biar saja kutunggu."
Dasar rakus!
Benar juga, dikala Rahwana sedang dinas luar, permaisurinya melahirkan seorang bayi wanita berwajah cantik bersinar laksana bulan purnama. Wibisana (adik Rahwana) yang suci dan penuh dengan perikemanusiaan itu , segera mengambil bayi tersebut dan dimasukkan ke dalam ketupat Sinta, kemudian dilabuhkan ke dalam sungai. Hanya Dewa lah yang mampu menolongnya, demikian pikir Wibisana. Ia segera menciptakan mega mendung yang hitam itu menjadi seorang bayi laki-laki yang kelak akan bernama Megananda atau Indrajit.
Syahdan seorang pertapa bernama Prabu Janaka dari negeri Mantili, memohon kepada dewa agar dianugerahi keturunan. Betapa terkejutnya ketika membuka mata, mendengar tangis bayi dalam ketupat hanyut terapung di sungai. Bayi tersebut diambilnya dengan gembira dibawanya pulang diangkat sebagai anaknya. Karena bayi tersebut diketemukan dalam ketupat Sinta, maka ia diberinya nama Sinta. Sesudah berumur 17 tahun Sinta membikin geger seluruh pemuda, baik taruna-taruna dalam negeri maupun luar negeri. Kalau sekarang pasti ayahnya repot menerima tamu, dan telpon, bahkan mungkin mengunci teleponnya dengan "gembok".
"Saking judegnya", maka dibuatlah sayembara. Barang siapa yang mampu menarik busur raksasa pusaka negara Mantili, itulah jodoh Sinta.
Dasar jodoh, Ramawijaya yang sedang sekolah dan berguru kepada Brahmana Yogiswara, dianjurkan untuk mengikuti sayembara. Terang saja, Rama berhasil, karena ia adalah Wisnu "ngejawantah". Pertunangan dan perkawinan sekaligus dimeriahkan dengan pesta pora, baik dinegeri Mantili maupun di Ayodya. Namun nasib kurang baik bagi mereka berdua, pada saatnya menimkati bulan madu, tiba-tiba mahkota miliknya diminta oleh Kekayi, ibu tiri Rama.
Dasarata Ayah Rama diminta supaya menyerahkan mahkota kepada Bharata (adik Rama). Sedang Rama, Sinta serta Laksmana harus meninggalkan istana memasuki hutan belantara 13 tahun lamanya.
Dalam pembuangan di hutan, Sinta tak kuasa menahan keinginannya untuk menguasi Kijang Kencana yang menggodanya, yang bukan semestinya dimiliki oleh seorang yang sedang prihatin. Apa yang gemerlapan itu, semula dikiranya akan dapat membahagiakan dirinya, tetapi justru sebaliknya. Bukan Kijang Kencana yang dapat di tangkap, tetapi malahan ia ditangkap dan ditawan nafsunya sendiri, yang diwujudkan Rahwana. Pendek kata ia "diruda paripaksa", dimasukkan sangkat emas di Alengka kurang lebih 12 tahun lamanya.
Manakala kemudian Rahwana dikalahkan oleh Rama dan Sinta dibebaskan, maka untuk membuktikan bahwa selama dalam penguasaan Raja Alengka itu Sinta belum ternoda, ia harus "diuji" dengan dibakar oleh api. Menurut cerita ki Dalang, Sinta memang lolos dari ujian, karena tidak mati terbakar. Ini membuktikan bahwa Sinta memang belum sampai terjamah oleh Rahwana.
Cerita tersebut di atas menggambarkan bahwa : Jika orang mengejar sesuatu dengan nafsu dan tanpa kewaspadaan, makan apa yang dianggapnya akan membahagiakan dirinya itu justru akan mendatangkan malapetaka.
IR SRI MULYONO
BUANA MINGGU , 9 MEI 1976
No comments:
Post a Comment