RASA YANG TERPENGGAL Sore hari itu membeku. Aku terdiam. Kugigit bibirku dalam-dalam. Rasa itu kembali menelusup di hatiku… mengaduk-aduk… lagi-lagi… terasa ada yang kembali terpenggal. Entah hatiku sudah menjadi berapa potong. Mungkin juga sudah jadi serpihan lembut, sebab setiap kali kurelakan terpenggal. Lagi-lagi… Kubuka jendela kamar. Mustinya tanpa membuka-pun aku sudah bisa melihat hijaunya daun yang gemulai disapu gerimis, atau gunung Sumbing di kejauhan yang sore itu warnanya sedikit kabur. Biasanya berwarna biru indah. Aku hanya ingin merasakan sensasi dinginnya... aku ingin kembali napak tilas suasana saat itu. Ketika kabut mulai turun dan kau meringkuk kedinginan di ujung lingkaran, berselimutkan jaketku... Tanpa kau tahu, aku merasa telah melindungimu. Tapi, tiap mengingatnya selalu ada rasa yang terpenggal. Kurelakan itu. Lagi-lagi... Napak tilas jalan yang kita lalui, adalah hiburan terindahku, meski harus kubayar dengan luka akibat rasa yang kembali terpenggal. Aku mengingatmu sebagai satu-satunya. Dan kau memastikan bahwa akulah yang paling sempurna. Kadang rasa kita menggugat, "Kalau kau mencintaiku dan aku mencintaimu, kenapa harus bergini taqdir yang kita jalani ?". Lalu kita sibuk mencari berkah terselubung yang pasti sudah dirancangNYA untuk kita. Tapi sampai saat ini kita tetap belum mampu menyingkap selubung itu. Ah, sampai kapan kita akan terus-terusan mencari... kemudian menggugat taqdir ? Mari kita berdoa saja... Tentang 'suatu saat' nanti. Agar rasa itu tak kembali terpenggal. Lagi-lagi... http://fuzna.multiply.com/journal/item/188 |
No comments:
Post a Comment