From: syauqi yahya
Oleh DAHONO FITRIANTO
KOMPAS.com — Mangut lele adalah masakan khas daerah Magelang, Jawa Tengah, selain ketupat tahu. Begitu khasnya rasa masakan mangut dari Magelang sehingga sulit menemukan jenis masakan ini di daerah lain.
Salah satu tempat untuk mencicipi mangut lele khas Magelang ini adalah Warung Makan Purnama di Dusun Tangkilan, Pabelan, Magelang. Lokasinya yang tidak jauh dari Jalan Raya Magelang-Yogyakarta Km 13 mudah ditemukan. Desa Pabelan mudah dikenali dengan sentra perajin patung batu candi. Dari arah Magelang, persis sebelum memasuki Jembatan Kali Pabelan di sebuah tikungan besar, ada jalan kampung di sebelah kiri. Masuk jalan tersebut kira-kira sejauh 10 meter, sampailah kita di Warung Purnama.
Warung ini tak ada bedanya dengan warung-warung makan tradisional lain di daerah Jawa Tengah, yaitu berupa sebuah bangunan permanen dengan jendela-jendela besar dan dua pintu masuk di bagian depan. Di dalamnya ada beberapa meja makan dan kursi-kursi makan terbuat dari plastik. Ada dua set kursi lincak kayu di teras dekat jendela depan.
Beraneka masakan khas jawa, seperti pecel, ayam dan bebek goreng, sambal goreng tahu, dan sebagainya, disajikan di Warung Purnama. Namun, sejak dibuka tahun 1965, warung ini memang dikenal dengan masakan mangut lele.
Cita rasa mangut khas Magelang di Warung Purnama langsung terasa saat kita menyantap kuah santan yang berwarna kuning kemerahan, seperti kuah sambal goreng. Paduan rasa gurih, manis, dan pedas, hadir dalam proporsi yang pas, memberi sensasi bergairah di lidah.
Perlu dicatat, mangut magelang berbeda dengan masakan bernama mangut dari daerah lain. Di Semarang dan Bantul, misalnya, dikenal juga masakan mangut, tetapi dalam bentuk dan rasa yang jauh berbeda. Ikan yang digunakan di mangut magelang biasanya ikan lele segar, sementara di Semarang, mangut selalu menggunakan bahan utama ikan pari yang sudah dipanggang sebelumnya.
Alami
Widaryuni (46), pengelola Warung Purnama saat ini, tidak menerapkan resep khusus untuk membuat mangut lele di warungnya. "Bumbunya ya sama saja dengan orang lain, yaitu bawang merah, bawang putih, cabai merah dan hijau, santan, kunyit, jahe, sereh, kencur, daun salam, lengkuas, dan jeruk purut," papar Widaryuni, menantu pendiri Warung Purnama.
"Tidak ada bumbu tambahan lain, tidak memakai moto (penyedap masakan atau vetsin), dan semua dimasak secara alami," kata Widaryuni.
Bahkan, untuk mempertahankan kealamian cita rasa mangut itu, Widaryuni masih menggunakan cara memasak yang sama dengan yang dilakukan mendiang mertua, yakni menggunakan luweng alias tungku kayu bakar.
"Kami sengaja tidak pernah pindah pakai minyak tanah atau gas elpiji karena aroma (masakan)-nya akan berbeda," imbuh Supriyanto (54), suami Widaryuni sekaligus pewaris warung itu dari orangtuanya.
Satu-satunya perubahan dibanding resep asli pendiri warung ini hanyalah sumber ikan lelenya. Dulu, orangtua Supri menggunakan ikan lele segar asli dari Kali Pabelan, yang berjarak hanya beberapa meter di depan warung. "Sekarang susah cari lele di kali, jadi kami beli dari petani lele dumbo di daerah Mendut. Sebenarnya lebih gurih kalau pakai lele asli dari kali, tapi ya mau bagaimana lagi," ujar Supri. Mendut adalah daerah yang letaknya tak jauh dari candi Borobudur.
Supri dan Widaryuni juga melakukan variasi jenis ikan yang di-mangut karena tidak semua orang suka lele. Saat ini, di Warung Purnama dapat ditemui mangut ikan air tawar lainnya, seperti nila atau bawal air tawar.
Selain mangut lele, pengunjung juga dapat menikmati berbagai menu andalan lain di warung ini yang tidak kalah enaknya. Salah satu favorit saya adalah gorengan wader, yakni berbagai jenis ikan kecil, seperti uceng, potes (ikan gabus kecil), belut, dan udang kali, yang digoreng dengan tepung. Ikan-ikan kecil itu terasa begitu gurih sehingga lidah selalu meminta lagi dan lagi.
"Kalau ikan-ikan kecil ini masih asli dari Kali Pabelan. Langsung digoreng dalam kondisi segar. Sekarang ya cuma ikan-ikan kecil ini yang bisa ditangkap di kali," tutur Widaryuni.
Warung Purnama juga menyediakan berbagai lauk yang dipasok dari beberapa daerah di luar Magelang. Telur ikan mas yang dipadatkan dan dicetak bundar-bundar lalu digoreng, misalnya, berasal dari daerah Ambarawa di Kabupaten Semarang. Sementara burung puyuh bacem dipasok dari daerah Salam.
Menariknya lagi saat jajan di warung khas seperti ini, kita bebas memadupadankan jenis masakan untuk menemani nasi putih di piring, sesuai selera pribadi. Kita bisa menikmati gurihnya mangut dengan segarnya pecel, atau dengan pedasnya sambal goreng, atau cukup mangut saja dengan teman lauk telur ikan goreng atau burung puyuh bacem yang manis gurih. Apa pun kombinasinya, mangut tetap bisa dinikmati sambil manggut-manggut.
Resep warisan
Warung Makan Purnama pertama kali didirikan oleh orangtua Supriyanto, yakni Pak Midi dan Bu Kanti. "Pertama kali mulai dari nol tahun 1965," ungkap Supriyanto, yang ketika warung itu dibuka masih berumur 10 tahun.
Berawal dari memanfaatkan ruang depan rumah yang berdinding kayu, kini Warung Purnama sudah berubah mentereng, dengan dinding tembok berlapis keramik warna hijau muda. Meski begitu, kesan tradisional masih terlihat pada lemari etalase tempat menyimpan dan memajang berbagai jenis masakan, yang terbuat dari kayu.
Kelezatan mangut hasil racikan Pak Midi dan Bu Kanti menarik pelanggan dan kemudian menyebar dari mulut ke mulut. Saat ini, pelanggan setia Warung Purnama tidak hanya penduduk Pabelan, Magelang, dan sekitarnya, tetapi juga dari kota-kota yang jauh, seperti Semarang, Yogyakarta, bahkan Jakarta. "Banyak yang membungkus mangut atau gorengan wader untuk oleh-oleh," ungkap Widaryuni, yang kini tinggal di rumah di seberang warung.
Supriyanto menambahkan, awalnya ia dan istrinya tidak ikut secara langsung mengurus warung milik orangtuanya tersebut. "Saya hanya bantu-bantu ngurus warung sampai tahun 1982. Setelah itu buka usaha sendiri sama istri," tutur Supri, yang memiliki usaha toko kelontong.
Saat pasangan Midi-Kanti meninggal dunia pada tahun 1997, Supri dan istrinya meneruskan usaha warung makan tersebut hingga saat ini. "Saat pengunjung terus bertambah, tahun 2004 bangunan warung kami rehab biar lebih bagus," kata Supri.
Warung Purnama buka sepanjang pekan dari pukul 07.30-19.30. Waktu yang tepat menikmati mangut di warung ini adalah antara jam sarapan dan makan siang, sekitar pukul 10.00-11.00. Selain warung masih sepi, pilihan masakan pun masih lengkap dan segar. Pada waktu makan siang, warung ini akan penuh sesak, terutama pada hari-hari kerja.
Editor: wsn
Sumber : Kompas Cetak
No comments:
Post a Comment