From: A.Syauqi Yahya
Istri
Minggu, 12 Juni 2011 | 00:04 WIB
Putu Setia
Apakah Anda seorang istri? Atau bersiap mengemban tugas sebagai seorang istri? Atau mungkin sudah nenek-nenek karena punya putri yang telah menjadi istri? Siapa pun Anda, asalkan masuk dalam kategori di atas, harap bersiap-siap bergabung--suka atau tidak--dalam Ikatan Istri Taat Suami. Ikatan ini akan dideklarasikan di Jakarta akhir pekan ini, kalau jadi.
Bergembiralah para suami seperti saya, perkumpulan ini sejatinya hanya untuk memuaskan kita. Kaum wanita, para perempuan, kaum ibu, para istri--maaf, saya tak tahu apakah termasuk para selir dan istri simpanan--sibuk merancang teknik hanya untuk memuaskan kita, para suami perkasa. Dan teknik yang diutamakan oleh ikatan ini adalah sesuatu yang kabarnya sering dilupakan para istri, bagaimana memuaskan suami di atas ranjang, apakah ranjang itu beralas kapuk, busa super, atau spring bed. Intinya, para istri akan diberi pelatihan lewat konsultasi bagaimana berlaku sebagai pelacur profesional tatkala melayani suami.
Hore...! Betapa nikmatnya para suami. Setiap malam--siang pun oke juga--dilayani "pelacur kelas tinggi" yang gratisan. Jika para istri tak mau memerankan diri mereka sebagai wanita tunasusila atau pekerja seks atau kupu-kupu malam atau sebutan lain yang lebih manis lagi (di kampung saya sebutannya menyakitkan agar mereka tobat: sundel), berarti istri itu tidak taat kepada suaminya. Ketaatan itu diukur dari bagaimana cumbu rayu di atas ranjang. Luar biasa.
Penggagas Ikatan Istri Taat Suami ini bukan orang sembarangan. Di Malaysia, yang jadi cikal-bakalnya, organisasi yang bernama Klub Istri Taat Suami alias Obedient Wives Club (OWC) diprakarsai oleh kalangan intelektual, salah satunya Dr Rohaya Mohammad, yang kini menjadi Wakil Presiden OWC.
Di Indonesia, penggagasnya Dr Gina Puspita, PhD. Wow, melihat gelar kesarjanaannya saja saya harus angkat topi--eh, maaf, saya tak boleh pakai topi sejak dua tahun lalu. Kekaguman saya pun bertambah setelah tahu Dr Gina adalah doktor aeronautika yang langka, dan menjadi salah satu istri dari seorang suami. Gina melayani suaminya bersama tiga madunya, Basiroh, Salwa, dan Fatimah. Saya merinding membayangkan jika sayalah suami itu: oalah, ada empat pelacur menemani saya di satu ranjang.
Apakah hubungan suami-istri dan hakikat perkawinan semata-mata soal seks? Apakah seks semata-mata soal nafsu? Apakah nafsu semata-mata karena teknik mencumbu dan dicumbui? Dr Gina mengutip ajaran Islam dalam menyebarkan idenya ini: ketaatan istri kepada suami adalah ibadah. Saya buta soal ini, apalagi memaknai kata "taat" jika dikaitkan dengan ibadah.
Yang saya tahu, dalam Hindu, teknik "bermain" di ranjang ada dalam kitab Kama Sutra. "Permainan" ini sejatinya lebih pada "permainan rasa", bukan "pertarungan nafsu". Hanya gara-gara film Hong Kong yang banyak menerjemahkan Kama Sutra dengan konyol sehingga jadilah Kama Sutra cabul, bahkan vulgar. Kama Sutra dipraktekkan oleh pasangan yang sah karena perkawinan adalah sakral. Bahkan dalam Hindu ada saatnya kapan boleh berhubungan suami-istri dan kapan tidak, karena "tujuan hubungan" melahirkan anak yang suputra (anak saleh).
Hubungan seks saat ini sepertinya tak lagi mengikuti pakem. Para istri harus taat kepada suami, melayani suami bak pelacur, dan suami pun hanya menyalurkan rasa lelah dan kesal oleh pekerjaan rutinnya menumpuk harta. Tak ada sentuhan rohani sedikit pun di atas ranjang dan kelak lahirlah bayi-bayi instan yang nantinya mungkin menjadi koruptor, penjarah, penyuap, atau pengemplang pajak.
http://www.tempointeraktif.com/hg/carianginKT/2011/06/12/krn.20110612.238733.id.html
--
No comments:
Post a Comment