Thursday, March 15, 2012

Macet yang biasa



From: dewanto

Esai Prie GS
Kemacetan Biasa Saja

Kemacetan jalanan telah menjadi soal biasa. Karena ketika kemacetan ini terjadi saya juga bersikap biasa-biasa saja. Jengkel dan marah pasti. Tapi karena marah dan jengkel juga terjadi setiap kali maka keduanya juga harus sudah sikap putus asa. Tapi ada jenis asa yang malah menguatkan hati kalau ia diputus. Jadi apa boleh buat.

Begtiu juga dengan kemacetan yang saya dan keluarga jalani di sebuah kesempatan ini. Kemacetan yang kami sambut dengan perasaan mendua. Satu sisi adalah refleks instink biasa yakni marah. Di sisi lain malah membuat kami bercanda menghibur diri. Bentuknya, banyak sekali dari kami kencing lalu merokok sambil rebahan di jalanan.

Reaksi ini sesungguhnya hanya menegaskan betapa parah sebetulnya kemacetan ini. Karena sehebat apapun kemacetan jika seluruh mesin kendaraan masih menyala dan para sopir masih bertahan di dalam, itu tanda masih ada harapan. Tetapi ketika duduk di belakang stir sudah dianggap tak banyak gunanya lagi, itulah tanda bahwa keadaan sudah tak terkendali.

Karena memang ada yang aneh dari situasi kami ini. Seluruh kendaraan bisa berhenti dari dua sisi dari sana dan sini. Jelas sudah, sumber kemacetan yang belum kami tahu itu tidak kemudian bertambah lagi di sana dan sini. Sopir-sopir yang telentang di jalanan itu adalah bagian dari kepasrahaan mereka pada keadaan karena tak jelas akan berlangsung sampai kapan.

Ketika akhirnya, setelah sekian lama antrean bergerak pelan, setindak demi setindak kami sampai pula di titik utama kemacetan, agak heran juga saya ketika penyebab utama kemacetan itu ternayata adalah kegiatan rutin perbaikan jalan saja. Ini kegiatan biasa dan tak istimewa. Yang sini berjalan, sebentar sana berjalan. Tapi tak ada yang perlu dicemaskan dari kegiatan semacam ini jika persoalannya cuma harus bergantian. Bahwa sejenak perjalanan butuh berhenti dan pelan, tak perlu ditakutkan. Jalan bergiliran bukan sesuatu yang menyakitkan. Beratnya antrean bukanlah karena hal pihak itu akhirnya bukan cuma sepihak tapi berpihak-pihak.

Mental berebut itulah akhirnya biang kemacetan total ini. Buka-tutup jalan itu sendiri soal biasa,. Sederhana dan demi kebaikan pula. Tetapi ketika ada satu kendaraan dari sinikemacetan itu lengkap sekali dan soal yang sekali. Ini penegasan sekali lagi, betapa samakin rakus seseorang akan membuat isi dunia yang mestinya tak habis dibagi-bagi ini malah tidak akan mencukupi.
(Prie GS/bnol)

http://suaramerdeka.com/v1/index.php/read/layar/2011/06/21/827

--

No comments:

Post a Comment