Tuesday, February 14, 2012

Memeragakan Buku: Bagaimana Saya Menulis Buku Writing Toolbox (12)

From: hernowo hasim

Memeragakan Buku: Bagaimana Saya Menulis Buku Writing Toolbox (12)

Oleh Hernowo

 

 

Ada kaidah-penting dalam menulis: show not tell. Kurang lebih, itu artinya adalah "hindari untuk memberitahu, upayakan untuk memeragakan". Contoh: Jika Anda ingin melukiskan tentang panasnya ruangan yang Anda tempati, hindari menggunakan kata "panas". Pakailah kata selain "panas" yang menunjukkan bahwa pembaca tulisan Anda dapat merasakan keadaan panas tersebut. Misalnya: "Debu beterbangan dan keringat menetes dari dahinya ketika seorang anak memasuki sebuah ruangan."

 

Menulis dengan mengikuti kaidah "show not tell" bukan kegiatan yang mudah. Pertama, kita perlu memiliki kekayaan kosakata (diksi). Kedua, imajinasi kita juga sudah kerap dilatih. Dan ketiga, bukan hanya rasionalitas saja yang layak kita kedepankan melainkan juga kepekaan perasaan kita untuk menghayati pelukisan tertulis yang kita hasilkan. Hal ketiga ini, "memaksa" kita untuk membaca tulisan kita dengan hati.

 

 

Tentu, saya takkan bicara soal membuat tulisan dengan kaidah-penting tersebut. Saya saat ini ingin membicarakan bagaimana membuat buku yang menarik. Buku ternyata—agar tampil menggoda (sexy)—perlu juga diperagakan atau dibuat dengan mengikuti kaidah "show not tell". Setelah menata "daging", mengolah halaman awal dan akhir buku, mari kita bicarakan soal memeragakan buku. Intinya, bagaimana buku itu tidak menunjuk-nunjukkan atau menggurui, tetapi mengajak para pembacanya untuk merasakan sesuatu yang baru dan berbeda serta membangkitkan semangat.

 

Buku-pertama saya, Mengikat Makna (2001), berhasil dicetak-ulang hingga ketujuh kalinya gara-gara "daging"-nya saya tampilkan secara berbeda. Saya mempromosikan buku saya itu sebagai buku yang "memiliki dua halaman yang tampil beda". Perhatikan gambar-gambar kedua dan ketiga di tulisan ini. Ada gambar dua belahan otak—kiri dan kanan yang memiliki fungsi berbeda—dan ada gambar dua halaman buku (kiri dan kanan) yang tampil beda.

 

 

Mengikat Makna saya peragakan berdasarkan dan sebagaimana gambar-gambar tersebut. Artinya halaman kiri dan halaman kanan tidak sama. Halaman kiri untuk teks dan halaman kanan untuk gambar atau poster atau pesan yang membangkitkan semangat—atau sebaliknya. Saya meniru penampilan Mengikat Makna itu dari buku Quantum Learningdan The Learning Revolution. Ketika dahulu membaca kedua buku yang membahas metode-baru belajar tersebut, saya merasakan sensasi membaca yang lain daripada yang lain.

 

Seakan-akan saya membaca kedua buku tersebut dengan "dua otak". Biasanya, saya membaca buku dengan "satu otak" karena buku yang saya baca itu sejak halaman pertama hingga akhir hanya berisi teks di halaman kiri dan kanannya. Saya ingin Mengikat Makna dapat dibaca oleh para pembacanya dengan "dua otak" pula. Akhirnya, buku Mengikat Makna saya peragakan dengan meniru tampilan bukuQuantum Learning.

 

Mungkin saja buku saya dapat dicetak sebanyak tujuh kali karena penampilan yang berbeda itu. Materi buku saya bukanlah materi yang mudah dan menarik banyak kalangan. Mengikat Makna membahas kegiatan membaca dan menulis yang sudah umum diketahui. Namun, berkat upaya saya dalam memeragakan buku itu secara berbeda, akhirnya para pembaca Mengikat Makna dapat mengalami sensasi yang berbeda pula ketika berkesempatan merasakan (membaca)-nya.[]

--

No comments:

Post a Comment